YLKI Sebut Langkah Pemerintah Batasi Media Sosial Melanggar Hak Konsumen yang Dilindungi UU
Nasional

Sebelumnya, pemerintah melalui Kemenkominfo membatasi sejumlah layanan fitur di media sosial dan juga aplikasi perpesanan. Hal ini dilakukan untuk menekan penyebaran hoaks.

WowKeren - Sejumlah masyarakat mulai mengeluhkan akses media sosial yang bermasalah sejak Rabu (22/5). Begitu pula dengan aplikasi perpesanan WhatsApp yang tak memungkinkan pengguna untuk mengirim maupun mengunduh gambar seperti biasanya.

Pemerintah melalui Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) telah membatasi akses ke media sosial sehingga beberapa fitur di dalamnya menjadi tidak bisa digunakan. Langkah ini dilakukan sebagai upaya untuk menekan penyebaran hoaks yang sangat cepat menjadi viral di aplikasi perpesanan.

Terkait hal ini, Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) ikut memberikan tanggapan. Ketua Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi menilai bahwa langkah pemerintah untuk membatasi fitur platform media sosial bisa dimengerti.

"Secara politis apa yang dilakukan pemerintah bisa dimengerti," kata Tulus melalui pesan singkat yang diterima di Jakarta, Kamis (23/5). "Walaupun sebenarnya terlambat."


Meski demikian, Tulus menganggap bahwa apa yang dilakukan oleh pemerintah ini sangat berlebihan. Bahkan menurutnya, upaya ini sama dengan ungkapan menangkap tikus dengan membakar lumbung padi. Sebab, membatasi fitur media sosial sama saja dengan melanggar hak-hak konsumen yang sebenarnya sudah dijamin dalam undang-undang.

"Langkah pembatasan sebagian fitur platform media sosial dan perpesanan instan itu melanggar hak-hak konsumen," lanjut Tulus. "Dan hak-hak publik yang dijamin dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, bahkan Undang-Undang Dasar 1945."

Sebelumnya, Menkominfo Rudiantara menyatakan bahwa pembatasan akses ini hanya bersifat sementara dan bertahap. Adapun pembatasan tak hanya dilakukan pada platform media sosial, namun juga aplikasi perpesanan.

"Pembatasan ini bersifat sementara dan bertahap," kata Rudiantara di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) di Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Rabu (22/5). "Pembatasan dilakukan terhadap platform media sosial, fitur-fitur media sosial--tidak semuanya--dan messaging system."

Alasannya, modus penyebaran hoaks biasanya berangkat dari tangkapan layar di media sosial kemudian tangkapan layar ini diteruskan melalui jejaring perpesanan. Dari sinilah berita hoaks dan semacamnya tersebut menjadi viral.

(wk/zodi)

Follow Berita WowKeren.com di Google News

You can share this post!

Rekomendasi Artikel
Berita Terkait