Taliban Bentuk Pemerintahan 'Semua Pria' di Afghanistan, PBB Akui Tak Bisa Merespons
Dunia

Pemerintahan yang dibentuk Taliban beranggotakan semua pria dan memicu tanda tanya soal janji kelompok milisi itu untuk menghormati hak perempuan Afghanistan.

WowKeren - Hampir sebulan sejak Taliban berhasil menduduki pemerintahan Afghanistan, memicu berbagai "huru-hara" termasuk kecemasan akan hilangnya HAM terhadap wanita. Kekhawatiran itu pun seolah terbukti dengan pemerintahan baru bentukan Taliban yang seluruh personelnya merupakan pria.

Bukan cuma itu, beberapa nama petinggi pemerintahan dengan status pelaksana tugas ini bahkan kontroversial. Seperti penunjukan Mullah Mohammad Hasan Akhund sebagai Perdana Menteri Afghanistan, yang pernah mendapat sanksi dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB / UN). Atau Sirajuddin Haqqani yang ditunjuk sebagai Menteri Dalam Negeri Afghanistan padahal dikategorikan sebagai teroris oleh Amerika Serikat.

Internasional tentu bereaksi atas pemerintah yang dibentuk oleh Taliban ini. Termasuk PBB yang ternyata mengaku tidak bisa banyak berkomentar apalagi memutuskan penerimaan atau penolakan atas pemerintahan yang baru dibentuk tersebut.

Hal ini sebagaimana disampaikan Juru Bicara PBB, Farhan Haq. "(Pengakuan pemerintahan Afghanistan) adalah hal yang dilakukan oleh negara-negara anggota (PBB), bukan kami," ujar Haq, dikutip dari Al Jazeera, Rabu (8/9).

"(Namun) dari sudut pandang kami, terkait dengan pengumuman hari ini," imbuh Haq. "Hanya negosiasi dan kesepakatan inklusif yang akan membawa perdamaian jangka panjang di Afghanistan."


Dunia memang mendesak Taliban untuk membentuk pemerintahan yang lebih inklusif alih-alih mengerdilkan hak sejumlah kaum, terutama perempuan. Sedangkan PBB sendiri saat ini akan fokus pada mengupayakan solusi damai serta tetap mempromosikan HAM terutama untuk anak-anak dan perempuan, serta menyalurkan bantuan kemanusiaan.

Sedangkan pembentukan pemerintahan yang eksklusif berisi pria ini dikecam keras oleh PBB Perempuan. Kepala PBB Perempuan, Pramila Patten, "menagih" janji Taliban untuk melindungi dan menghormati hak-hak perempuan serta anak-anak Afghanistan.

"Partisipasi politik perempuan adalah prasyarat mendasar untuk kesetaraan gender dan demokrasi sejati. Dengan mengecualikan perempuan dari pemerintahan, kepemimpinan Taliban telah menuju ke arah yang salah dari tujuan mereka soal membangun masyarakat yang inklusif, kuat, dan sejahtera," tegas Patten.

Sedangkan AS mengaku sangat khawatir dengan kabinet bentukan Taliban. "Kami paham bahwa Taliban hanya membentuk kabinet pelaksana tugas, namun kami menilai dari tindakan alih-alih ucapan Taliban," kata Juru Bicara AS.

Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan menegaskan pihaknya sejauh ini hanya akan terus memantau perkembangan di Afghanistan. Langkah serupa juga disampaikan Qatar, sembari mengingatkan bahwa Taliban memang saat ini bertindak sebagai pemimpin de facto Afghanistan.

(wk/elva)

Follow Berita WowKeren.com di Google News

You can share this post!

Rekomendasi Artikel
Berita Terkait
Berita Terbaru