Ma'ruf Amin Curhat Pengalaman Jadi Cawapres: Kayak Sopir Taksi Ngejar Setoran
Nasional

Ma'ruf tidak menampik bahwa menjabat sebagai Ketua Umum MUI dan Rais Aam PBNU jauh lebih nyaman daripada menjadi Cawapres.

WowKeren - Calon wakil presiden nomor urut 01 Ma'ruf Amin mencurahkan isi hatinya setelah memutuskan untuk mendampingi Capres 01 Joko Widodo alias Jokowi. Hal itu disampaikan Ma'ruf saat menerima kedatangan komunitas artis di kediamannya.

Ma'ruf tidak menampik bahwa ia merasa lebih nyaman menjabat sebagai Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan Rais Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU). Namun, ia sendiri juga ingin menjaga keutuhan NKRI. Oleh sebab itulah Ketum MUI ini memutuskan untuk maju ke Pilpres 2019 dengan mencalonkan diri sebagai wakil presiden.

"Justru kenapa saya mau jadi calon wakil presiden ini karena saya ingin menjaga keutuhan NKRI," kata Ma'ruf di kediamannya, Jalan Situbondo, Menteng, Jakarta Pusat, Jumat (8/3). "Saya lebih nyaman jadi Ketua MUI dan Rais Aam PBNU, tenang."

Dengan memutuskan menjadi Cawapres, hal itu membawa perubahan pada keseharian Ma'ruf. Ia menjadi lebih sibuk karena harus berkeliling Indonesia untuk melakukan kampanye. Ia bahkan merasa seperti seorang sopir taksi yang terus melanglang buana dari satu tempat ke tempat lain. Ma'ruf merasa bahwa ia juga ikut bertanggung jawab untuk menyelamatkan negara dari kerusakan.

"Sekarang ini saya kayak sopir taksi ngejar setoran. Muter aja ke mana-mana seluruh Indonesia," ujar Ma'ruf. "Tapi karena ada tanggung jawab bahwa negara ini harus diselamatkan dari upaya-upaya yang ingin merusak."


Mantan Rais Aam PBNU tersebut menjelaskan bahwa negara dibangun atas dasar kesepakatan. Adapun kesepakatan tersebut bukan hal yang mudah untuk diraih, mengingat Indonesia terdiri dari masyarakat yang majemuk.

Ia menegaskan bahwa untuk mewujudkan kesepakatan tersebut tidak boleh ada rakyat yang jadi korban. Sebab, kesepakatan itu sendiri dibuat agar masyarakat Indonesia yang majemuk bisa hidup berdampingan secara damai.

"Dari pandangan agama itu, negara ini negara kesepakatan. Ada kesepakatan untuk hidup berdampingan secara damai," tegas Ma'ruf. "Tidak boleh ada yang jadi korban. Kalau ada nonmuslim meninggal karena kamu, kamu harus membayar denda membayar dhiyat. Itu Quran."

Dalam kesempatan itu, Ma'ruf juga menyinggung tentang HTI. Sistem khilafah yang diadopsi oleh HTI tidak cocok untuk diterapkan di Indonesia.

"Dia bawa khilafah. Khilafah itu menyalahi kesepakatan," ungkap Ma'ruf. "Maka otomatis tertolak. Bahasa agamanya menyalahi kesepakatan."

(wk/zodi)

Follow Berita WowKeren.com di Google News

You can share this post!

Rekomendasi Artikel
Berita Terkait