Kisah Pedih Slamet Sempat Ditolak Tinggal di Bantul, Ada Larangan Warga Beragama Non-Muslim
Nasional

Slamet mulai pindah ke Dusun Karet, Bantul. pada Jumat (29/3) lalu. Namun Slamet ditolak oleh perangkat desa usai mengetahui ia beragama non-muslim dari dokumen yang diserahkan.

WowKeren - Kisah seorang pria bernama Slamet Jumiarto baru-baru ini mendapat sorotan publik. Pasalnya, keputusan ayah dua anak tersebut untuk pindah kontrakan ke Padukuhan (Dusun) Karet RT 8, Desa Pleret, Kabupaten Bantul, Yogyakarta itu berbuntut panjang.

Diketahui, Slamet mulai pindah ke Dusun Karet pada Jumat (29/3) pekan lalu. Namun ia ditolak oleh perangkat desa di daerah tersebut lantaran beragama non-muslim.

"Jadi mulai tanggal 29 Maret kemarin saya dan istri serta anak mulai menempati kontrakan ini," jelas Slamet saat ditemui di kontrakannya, Selasa (2/4). "Sebelum menempati kita juga konfirmasi dulu kepada pemilik rumah dan yang mencarikan, katanya tidak apa-apa non-muslim.”

Pria berusia 42 tahun tersebut lantas melaporkan kepindahannya ke Ketua RT pada Minggu (31/3). Slamet yang berprofesi sebagai pelukis pun memberikan fotokopi KTP, KK, hingga surat nikah. Dari dokumen tersebut, Ketua RT dan Kepala Dukuh mengetahui bahwa Slamet beragama Katolik.

"Kemudian paginya saya ketemu ketua kampung, itu pun juga ditolak. Kemudian saya ingin ketemu Pak Dukuh, cuma waktu kemarin belum tahu rumahnya, belum tahu namanya," jelas Slamet. "Mungkin karena saya terlalu emosi dengan hal ini kemudian saya langsung melaporkan hal ini ke sekretaris Sultan HB X (Hamengku Buwono X).”

Slamet pun menjelaskan bahwa penolakan perangkat desa tersebut didasarkan pada Surat Keputusan Pokgiat Tentang Persyaratan Pendatang Baru di Padukuhan Karet. Surat yang dibuat pada 19 Oktober 2015 tersebut ditandatangani oleh Ketua Pokgiat dan Kepala Dusun Karet.


Salah satu syarat pendatang baru di Dusun Karet dalam surat tersebut ialah harus beragama Islam. Dijelaskan pula bahwa Islam yang dimaksud adalah sama dengan paham yang dianut oleh penduduk Padukuhan Karet yang sudah ada. Tertuang pula bahwa penduduk Pedukuhan Karet keberatan menerima pendatang baru yang memeluk kepercayaan di luar Islam.

"Kemudian (setelah lapor sekretaris Sultan) ditindaklanjuti saya dipanggil di kantor Sekda DIY kemudian ke Sekda Bantul kemarin diantar ke Kelurahan (kantor desa) Pleret, di sana saya bertemu Pak Lurah, Pak Dukuh, Pak Ketua (RT) dipanggil. Musyawarah, tapi ditolak," jelas Slamet. Lantaran ditolak dalam musyawarah tersebut, Slamet pun berkeras melakukan mediasi.

Setelah melakukan mediasi dengan warga pada Senin (1/4) malam, beberapa sesepuh warga pun memperbolehkan Slamet tinggal di situ. Namun, Ketua RT memberikan opsi agar Slamet hanya bisa tinggal di Karet selama 6 bulan.

Opsi tersebut memberatkan Slamet lantaran ia telah menghabiskan dana Rp 4 juta untuk kontrak rumah selama setahun. Slamet mengaku dana kontrak 6 bulan sisanya akan dikembalikan dalam bentuk uang.

"Kalau hanya 6 bulan kan buat apa. Sama aja penolakan secara halus kepada saya. Kalau memang boleh ya boleh, kalau enggak ya enggak, gitu aja,” tutur Slamet. "Saya mengalah asalkan surat mereka direvisi karena bagi saya itu bertentangan dengan ideologi Pancasila dan undang-undang, mengharuskan supaya warga pendatang yang ngontrak atau tinggal harus beragama Islam itu tertulis di dalam di surat peraturan.”

Kepala Dusun Karet, Iswanto, sendiri telah membenarkan adanya penolakan tersebut. "Aturannya itu intinya, penduduk luar Karet yang beli tanah (mengontrak) itu tidak diperbolehkan yang non-muslim. Sudah kesepakatan warga masyarakat," ujar Iswanto.

(wk/Bert)

Follow Berita WowKeren.com di Google News

You can share this post!

Rekomendasi Artikel
Berita Terkait