Perkembangan Listrik Panas Bumi Disindir Lamban, Ini Jawaban Dirut Geo Dipa
Nasional

Wakil Presiden, Jusuf Kalla menyindir perkembangan listrik panas bumi atau geotermal di Indonesia yang sangat lambat beberapa waktu lalu. Menanggapi hal tersebut Dirut Geo Dipa menjawab seperti berikut.

WowKeren - Wakil Presiden Jusuf Kalla sempat menyindir jika perkembangan listrik panas bumi atau geotermal di Indonesia sangat lambat. Ia menilai jika pengembangan listrik berbasis panas bumi tersebut lambat dikarenakan selama 35 tahun realisasinya hanya menghasilkan daya sebesar 2.000 megawatt.

Sindiran tersebut disampaikan JK di hadapan Plt Dirut PLN Sripeni Inten Cahyani dan Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arcandra Tahar. Menanggapi hal tersebut, Pihak PLN mengungkapkan jika aat ini pengembangan listrik panas bumi terkendala tingginya harga lantaran pembangunan infrastruktur pembangkit panas bumi tergolong mahal.

Sementara daya beli masyarakat Indonesia berbeda dengan negara maju, di mana masyarakat Indonesia lebih menyukai energi murah dalam skema subsidi. PLN sendiri mengupayakan agar pembangunan transmisi dibiayai dulu oleh pengembang baru kemudian direimburse oleh pemerintah, seperti PLTA Poso.

Menanggapi sindiran Jusuf Kalla, Direktur Utama Geo Dipa Energi Riki Ibrahim mengatakan untuk penetapan harga energi baru terbarukan (EBT) panas bumi diperlukan feed in tariff (FiT) hanya 10 tahun saja. Dari penetapan itu disebutkan setelah 10 tahun maka tarif EBT akan mengikuti persaingan sesuai biaya pokok penyediaan (BPP) listrik oleh PLN di lokasi pengembangan EBT panas bumi.

FiT yang dilakukan dalam rentang waktu 10 tahun tersebut merupakan rata-rata pengembalian pinjaman pengembang panas bumi ke bank. Selain itu, jika FiT selama 10 tahun juga sesuai dengan masukan ESDM dalam Roadmap Panas Bumi 2019-2030 yang sebelumnya disampaikan ke Menteri Keuangan RI.


"Pemerintah diharapkan mempertimbangkan insentif pembangunan infrastruktur, insentif pencegahan risiko ekonomi, dan insentif lingkungan dengan total sekitar 9 cent per kWh yang ditambah harga BPP PLN sebagai harga keekonomian proyek," ujar Riki.

Riki juga mengajak semua pihak untuk menyepakati usulan range atau batas atas-bawah harga EBT proyek baru yang lebih adil dan disesuaikan dengan insentif di atas, sebagai fair price untuk awal proyek saja atau 10 tahun.

Sebelumnya, Wapres Jusuf Kalla meminta ESDM dan PLN berhenti membuat pameran tentang panas bumi dalam pidatonya di Konferensi Internasional Pengembangan Listrik Geotermal di Jakarta Convention Center, Senayan, Jakarta, 13 Agustus 2019 lalu.

JK meminta pameran dihentikan agar pihak-pihak terkait lebih fokus untuk di lapangan. Ia juga menyindir jika pameran dan seminar yang diadakan hanya berisi jalan-jalan saja. JK berharap ke depannya pengembangan listrik berbasis panas bumi lebih progresif sehingga mampu memenuhi target pemenuhan kebutuhan listrik berbasis energi terbarukan (EBT) sebesar 25 persen pada 2025.

Karena itu, Wapres Kalla meminta pihak terkait untuk mempelajari teknologi listrik berbasis panas bumi ke negara-negara yang telah mempraktikannya, seperti Selandia Baru dan Islandia.

(wk/wahy)

Follow Berita WowKeren.com di Google News

You can share this post!

Rekomendasi Artikel
Berita Terkait
Berita Terbaru