Aksi Tolak Revisi Undang-undang, Pajang Spanduk 'KPK Dilahirkan oleh Mega, Mati di Tangan Jokowi?'
Nasional

Pegawai KPK menggelar aksi protesnya terkait revisi Undang-undang KPK yang diusulkan oleh DPR. Dalam aksi protes yang digelar pada Jumat (6/9) itu mereka membentangkan spanduk bertuliskan 'KPK Dilahirkan oleh Mega, Mati di Tangan Jokowi?'

WowKeren - Rencana DPR untuk merivisi Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menimbulkan penolakan dan protes keras dari berbagai pihak. Terutama unsur internal KPK, bahkan mereka dengan lantang menyuarakan protesnya terhadap rencana revisi UU tersebut.

Protes keras Wadah Pegawai KPK ditunjukkan dengan melakukan aksi #SaveKPK pada Jumat (6/8) siang. Seluruh pegawai KPK yang mengikuti aksi tersebut memakai pakaian hitam dan bermasker, tak lupa mereka juga membentangkan spanduk yang bertuliskan "KPK Dilahirkan oleh Mega, Mati di Tangan Jokowi?"

Tak hanya spanduk, banyak dari pelaku aksi protes ini membawa poster-poster yang memuat pesan seperti " Revisi UU KPK Semakin Sempurna Pelemahan KPK"; "SAVE KPK SAVE INDONESIA"; "Zona Anti Pelanggar Etik"; "Pak JOKOWI di mana?". Aksi protes tersebut digelar di teras lobi Gedung Merah Putih KPK, Jakarta.

Diketahui, aksi protes yang dihadiri oleh Wakil Ketua KPK Saut Situmorang tersebut adalah sebagai bentuk penolakan KPK soal revisi UU KPK yang dinilai berpotensi melemahkan lembaga antirasuah itu. Dalam orasinya, Saut juga menyinggung soal amanat United Nations Convention Against Corruption (UNCAC) yang ikut disepakati Indonesia.

"Harus dilawan, harus dilawan, harus dilawan, kalau tak sesuai dengan azas-azas prinsip pemberantasan korupsi, pencegahan korupsi, yang telah kita tandatangani (ratifikasi UNCAC)," kata Saut saat berorasi sembari disambut riuh dukungan pegawai KPK.


Menurut Saut, keberadaan draf RUU KPK yang diajukan oleh DPR tersebut tidak sesuai dengan prinsip pemberantasan dan pencegahan korupsi dalam UNCAC. Salah satunya seperti, UNCAC mengamanatkan lembaga antikorupsi di suatu negara harus independen namun dalam draf revisi UU KPK disebutkan pada Pasal 3 bahwa KPK merupakan bagian dari lembaga pemerintah pusat.

"Apa yang kita dapat hari ini dengan UU KPK hari ini (yang berlaku) sudah jelas mengatakan bahwa KPK tidak boleh berada di bawah pengaruh kekuasaan manapun," kata Saut. "Untuk sementara undang-undang yang ada sudah relevan dengan piagam PBB."

Wakil Ketua KPK itu pun menyarankan agar revisi Undang-undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi lah yang diprioritaskan. "Yang perlu diubah justru inline (sejalan) dengan piagam PBB yaitu UU Tipikor kita," jelasnya. "Di UU Tipikor kita masih banyak belum inline dengan piagam PBB yang kita ratifikasi, seperti perdagangan pengaruh, asset recovery, dan hal-hal lain yang relevan."

"Oleh sebab itu, kalau itu dilakukan yang diprioritaskan, bukan mengubah UU KPK-nya, tetapi mengubah dengan jelas apa yang diminta PBB, yaitu UU Tipikor," pungkas Saut.

Sementara itu, anggota Wadah Pegawai KPK Henny Mustika Sari dalam orasinya mengatakan, KPK telah menghadapi berbagai upaya pelemahan di berbagai era pemerintahan. Karena itu, ia berharap agar Presiden Jokowi tidak membiarkan KPK diperlemah dengan dilakukannya UU KPK tersebut.

"Presiden Abdurrahman Wahid merancang KPK, Presiden Megawati Soekarnoputri melahirkan KPK, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono melindungi KPK," kata Henny. "Dan jangan sampai sejarah mencatat KPK mati pada masa Presiden Joko Widodo."

(wk/wahy)

Follow Berita WowKeren.com di Google News

You can share this post!

Rekomendasi Artikel
Berita Terkait
Berita Terbaru