Soal Anak Homeschooling Mudah Terpapar Radikalisme, PHI Buka Suara
Nasional

Perkumpulan Homeschooler Indonesia (PHI) mengomentari soal riset yang dilakukan oleh PPIM UIN terkait anak-anak homeschooling yang rawan terpapar radikalisme dan intoleransi.

WowKeren - Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta (PPIM UIN) telah merilis hasil riset mereka beberapa waktu lalu. Dalam penelitan tersebut menyatakan jika resiko penyebaran nilai dan ideologi intoleran dan radikalisme paling banyak ditemui lewat homeschooling.

Penelitian yang dilakukan oleh Arif Subhan dilatarbelakangi oleh kasus bom Surabaya pertengahan 2018 lalu. Di mana media massa, pelaku pengeboman adalah orangtua yang diduga tak mengirimkan anaknya ke sekolah formal dan hanya mendidik anaknya di rumah.

Project Manager PPIM UIN Didin Syafruddin mengatakan bahwa masyarakat yang cenderung dikucilkan dari lingkungan sosial, lebih memilih pendidikan homeschooling. Saat anak tidak mendapat pendidikan formal, kata Didin, maka potensi untuk terkena paham radikalisme semakin besar.

Menanggapi pernyataan tersebut, Perkumpulan Homeschooler Indonesia (PHI) pun memberikan jawaban. Pihak PHI mengapresiasi PPIM UIN yang telah melakukan riset tersebut.


”Riset ini memberi sumbangan baru terhadap khazanah penelitian tentang homeschooling yang masih sedikit di Indonesia," ujar Koordinator Nasional PHI, Ellen Nugroho dalam siaran persnya dilansir Jawa Pos, Selasa (3/12). "PHI berharap kedepannya makin banyak akademisi yang meneliti soal homeschooling dan menginformasikan hasil risetnya ke publik."

Namun, Ellen juga mencatat jika para peneliti tersebut haruslah cermat melakukan riset tentang isu homeschooling khususnya aspek sejarah, filosofi, dan metode homeschooling . Sebab, saat ini banyak sekali salah kaprah pemahaman yang beredar tentang homeschooling.

”PHI menyayangkan adanya stereotip dan prasangka negatif dalam pernyataan Project Manager PPIM UIN bahwa yang memilih homeschooling adalah orang-orang yang dikucilkan secara sosial,” terang Ellen. "Kami menyebutnya prasangka karena tidak ada basis penelitiannya. Justru menurut riset, yang memilih untuk homeschooling umumnya adalah orangtua berpendidikan tinggi, penuh perhatian pada pendidikan anaknya, dan berkomitmen mengoptimalkan potensi anak. Dan tentang sosialisasi, orangtua homeschooler berkeyakinan bahwa sekolah buka satu-satunya tempat bersosialisasi."

"Rata-rata orangtua homeschooler mengajari anak untuk respek dan bergaul luas lintas kalangan," imbuhnya. "Dampaknya, rata-rata anak homeschooling bisa bersosialisasi sama baik seperti anak sekolah. Bahkan, setelah dewasa, mereka lebih aktif terlibat dalam kegiatan sosial."

Oleh karena itu, PHI menolak klaim Project Manager PPIM UIN bahwa anak yang tidak sekolah formal lebih besar potensinya untuk terpapar paham radikalisme. Pasalnya, dalam riset terdahulu menunjukkan bahwa anak yang belajar di sekolah formal atau lembaga pendidikan nonformal, ternyata juga rentan terpengaruh sikap intoleran dan radikalisme.

(wk/nidy)

Follow Berita WowKeren.com di Google News

You can share this post!

Rekomendasi Artikel
Berita Terkait
Berita Terbaru