Jaksa Agung Sebut Peristiwa Semanggi Bukan Pelanggaran HAM Berat
Nasional

Jaksa Agung, ST Burhanuddin, menyebut bahwa Peristiwa Semanggi I dan Semanggi II tak masuk kategori pelanggaran HAM berat dalam rapat kerja bersama Komisi III di Gedung DPR pada Kamis (16/1).

WowKeren - Sejumlah kasus pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat di masa lalu hingga kini masih ditangani oleh Kejaksaan Agung. Jaksa Agung, ST Burhanuddin, lantas menyebut bahwa peristiwa Semanggi I dan Semanggi II yang terjadi pada 1998 silam tak masuk dalam kategori pelanggaran HAM berat.

Sebagai informasi, peristiwa Semanggi adalah 2 kejadian protes masyarakat terhadap pelaksanaan dan agenda Sidang Istimewa MPR. Peristiwa Semanggi I yang terjadi pada 11-13 November 1998 mengakibatkan tewasnya 17 masyarakat sipil. Sedangkan peristiwa Semanggi II pada 24 September 1999 menyebabkan tewasnya seorang mahasiswa Universitas Indonesia dan 11 orang lainnya di seluruh Jakarta.

Burhanuddin pun menjelaskan bahwa tak masuknya Peristiwa Semanggi sebagai pelanggaran HAM berat telah sesuai dengan keputusan rapat paripurna bersama DPR RI. Meski demikian, Burhanuddin tak menjelaskan kapan rapat paripurna tersebut dilaksanakan.

"Peristiwa Semanggi I dan Semanggi II telah ada hasil rapat paripurna DPR RI," tutur Burhanuddin dalam rapat kerja bersama Komisi III di Gedung DPR pada Kamis (16/1). "Yang menyatakan bahwa peristiwa tersebut bukan merupakan pelanggaran HAM berat."


Selain itu, Burhanuddin juga menuturkan bahwa sejauh ini pihaknya belum bisa mengungkap kasus pelanggaran berat lainnya, seperti peristiwa Talangsari dan kasus santet / ninja. Menurut Burhanuddin, ada sejumlah kedala dalam menuntaskan kasus itu. Salah satunya adalah belum adanya pengadilan HAM adhoc untuk mengusut tuntas kasus yang ada.

"Untuk peristiwa pelanggaran HAM berat masa lalu sampai saat ini belum ada Pengadilan HAM adhoc," jelas Burhanuddin. "Sedangkan mekanisme dibentuknya atas usul DPR RI berdasarkan peristiwa tertentu dengan keputusan Presiden."

Tak hanya itu, Burhanuddin juga mengaku bahwa alat bukti yang dapat mendukung perkembangan proses menjadi kendala. Pasalnya, Komnas HAM disebut Burhanuddin belum dapat memberikan minimal 2 buah bukti kasus.

"Penanganan dan penyelesaian berkas hasil penyelidikan peristiwa pelanggaran HAM berat masa lalu menghadapi kendala terkait kecukupan alat bukti," pungkas Burhanuddin. "Berdasarkan hasil Komnas HAM belum dapat menggambarkan atau menjanjikan minimal dua alat bukti yang kami butuhkan."

(wk/Bert)

Follow Berita WowKeren.com di Google News

You can share this post!

Rekomendasi Artikel
Berita Terkait