Gara-Gara Syarat Wajib Rapid Test, Gugus Tugas COVID-19 Dilaporkan Ke Ombudsman
Nasional

Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 dilaporkan ke Ombudsman setelah terkait persyaratan wajib melakukan rapid test bagi pengguna transportasi publik.

WowKeren - Protokol perjalanan dalam negeri telah mendapatkan protes dari sejumlah kalangan masyarakat. Pasalnya, dalam protokol tersebut ada aturan penumpang wajib melakukan rapid test jika ingin bepergian menggunakan transportasi publik selama pandemi virus corona (COVID-19).

Aturan tersebut sebelumnya sempat digugat ke Mahkamah Agung (MA). Kini, gantian Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 yang dilaporkan ke Ombudsman Indonesia terkait persyaratan tersebut.

”Kami mengadukan Gugus Tugas ke Ombudsman terkait aturan perubahan kewajiban rapid test bagi penumpang transportasi umum.” ujar pelapor, Muhammad Sholeh melalui keterangan tertulis seperti dilansir dari CNNIndonesia, Selasa (7/7). “Seperti diatur dalam SE Nomor 9 Gugus Tugas.”

Laporan tersebut telah disampaikan Sholeh pada Senin (6/7) sore secara daring. Ia meminta Ombudsman segera menginvestigasi syarat wajib rapid test bagi penumpang agar dihapus.

Adapun syarat melakukan rapid test tertuang dalam Surat Edaran Gugus Tugas Nomor 9 Tahun 2020 bagi penumpang yang akan bepergian menggunakan pesawat, kereta api, maupun kapal laut. Dalam surat tersebut, masal berlaku rapid test yang sebelumnya hanya boleh digunakan dalam waktu 3 hari, kini telah diubah menjadi 14 hari.


Sholeh mengungkapkan alasannya melaporkan Gugus Tugas COVID-19. Ia mengaku tidak mempermasalahkan masa berlaku tes tersebut. Namun, ia sangat keberatan dengan aturan wajib rapid test lantaran dinilai menyusahkan penumpang.

Sholeh menunjuk pada harga pemeriksaan rapid test yang tergolong mahal. Menurutnya, tidak semua penumpang mampu melakukan rapid test. Terlebih, harga rapid test bisa lebih mahal dari transportasi yang ditumpangi oleh penumpang.

”Meski sudah diubah dari tiga hari menjadi 14 hari tetap menyusahkan penumpang. Kami menuntut dihapus kewajiban rapid test, bukan diubah masa berlakunya,” tegas Sholeh. “Kebijakan rapid test berbiaya mahal ini sangat merugikan calon penumpang. Sebab tidak semua penumpang orang kaya.”

Sholeh juga turut mengkritik sejumlah maskapai penerbangan yang saat ini melakukan rapid test bagi penumpang dengan biaya murah. Menurutnya, hal tersebut hanyalah sebagai ladang bisnis belaka dan bukan untuk kepentingan kesehatan.

”Ini sangat berbahaya sebab maskapai bukan rumah sakit,” kritik Sholeh. “Bukan lab kesehatan, sehingga tidak berwenang menggelar rapid test.”

(wk/lian)

Follow Berita WowKeren.com di Google News

You can share this post!

Rekomendasi Artikel
Berita Terkait