Sistem Penggajian PNS Bakal Dirombak, Apa Dampaknya?
Nasional

Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad menyuarakan pendapatnya terkait adanya perubahan dalam sistem penggajian Pegawai Negeri Sipil (PNS). Seperti apa?

WowKeren - Badan Kepegawaian Negara (BKN) lewat Direktorat Kompensasi ASN telah mengumumkan adanya perubahan dalam sistem penggajian Pegawai Negeri Sipil (PNS) atau ASN. Lantas, apakah dampak dari kebijakan baru ini?

Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad menilai sebaiknya pemerintah menunda dulu rencana perubahan skema gaji dan tunjangan bagi PNS. Apalagi jika hal ini mengakibatkan kenaikan penghasilan bagi abdi negara.

Pasalnya, kondisi perekonomian dalam beberapa waktu ke depan masih belum belum pulih akibat tekanan pandemi COVID-19. Bila kenaikan dilakukan maka beban berat APBN yang kini terkuras habis-habisan untuk menangani corona dan memulihkan ekonomi akan semakin bertambah.

"Menurut saya memang, harusnya di tengah situasi ini, saya setuju untuk ditunda dulu kenaikan tapi tetap mempertahankan gaji ke-13," ujar Tauhid dilansir CNNIndonesia, Selasa (1/12). Pernyataan ini bukan tanpa alasan lantaran selama ini belanja pegawai memang memakan porsi yang cukup besar dalam APBN.

"Memang nanti bergantung dari jumlahnya, kalau hampir Rp 28,8 triliun seperti gaji ke-13 itu luar biasa besar, tapi kita belum tahu jumlahnya berapa," tuturnya. "Kalau jumlahnya relatif tidak besar tidak (membebani APBN), tapi kalau totalnya sama dengan gaji ke-13 pasti luar bisa, kalau itu ditambah lagi itu akan jadi beban."

Sebagai gambaran, anggaran gaji PNS kementerian dan lembaga (K/L) dalam APBN berasal dari pos belanja pegawai. Sedangkan, bagi pegawai daerah dialokasikan dari APBD masing-masing daerah.


Hingga Oktober 2020 realisasi belanja pegawai K/L mencapai Rp201,1 triliun. Jumlah tersebut, setara 14,96 persen dari total belanja pemerintah pusat senilai Rp 1.343,8 triliun.

Selama pandemi COVID-19, instrumen fiskal itu tengah berdarah-darah. Karena pemerintah menggelontorkan dana Rp 685,2 triliun untuk penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN).

Imbasnya, belanja negara membengkak menjadi Rp2.739,16 triliun, sedangkan pendapatan negara menyusut jadi Rp1.699,94 triliun. Akibatnya, defisit APBN ditargetkan sebesar Rp1.039,2 triliun atau 6,34 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB).

Jika dalih pemerintah mengerek naik gaji PNS guna mendorong konsumsi, maka ia menilai masih terdapat pekerja lainnya yang bisa dijadikan prioritas. Misalnya, pegawai honorer, pegawai golongan 3 ke bawah, maupun tenaga kesehatan yang berjuang di garda depan melawan COVID-19. "Mereka banyak jumlahnya dan seharusnya mereka mendapatkan perhatian lebih besar," ucapnya.

Belum lagi dari sisi sosial, kenaikan gaji PNS bisa menimbulkan ketimpangan sosial di masyarakat. Sebab, di tengah pandemi COVID-19 ada banyak masyarakat yang kehilangan pekerja, dirumahkan, atau gajinya dipotong.

"Orang masih merasa sekarang COVID-19 masih besar, kok gaji PNS naik padahal pengangguran naik, harusnya ada jiwa sosial, rasa solidaritas karena yang swastas banyak PHK," tandasnya. "Solidaritas itu penting agar kebijakan pemerintah nantinya didukung oleh masyarakat."

(wk/nidy)

Follow Berita WowKeren.com di Google News

You can share this post!

Rekomendasi Artikel
Berita Terkait
Berita Terbaru