Utang Negara Tak Segera Dituntaskan, Tarif Pajak Bisa Naik
Pxhere
Nasional

Utang negara diketahui masih banyak, jika hal ini tidak segera diatasi oleh Pemerintah Indonesia, dikhawatirkan akan semakin meningkat. Meningkatnya utang negara akan menimbukan dampak buruk bagi generasi selanjutnya.

WowKeren - Baru-baru ini tersiar kabar jika kaum milenial di Indonesia akan menanggung utang negara. Hal ini diungkap oleh sejumlah pengamat ekonomi yang menilai utang negara akan merugikan masyarakat, khususnya kaum milenial di masa depan. Kaum Milenial disebut akan menanggung beban utang pemerintah yang jatuh temponya masih 20-30 tahun mendatang.

Bhima Yudhistira selaku peneliti dari Indef mengatakan jika pemerintah bisa menaikkan tarif dalam beberapa tahun ke depan, atau menambah objek pajak demi menambah penerimaan negara. Hasil dari penerimaan tersebut yang nantinya akan digunakan untuk membayar utang.

Bhima berpendapat jika beban yang ditanggung besar, maka konsekuensinya adalah dengan menaikkan tarif pajak. "Bayar utang kan salah satunya pakai pajak, kalau beban semakin naik, maka konsekuensinya pungutan pajak ke depan semakin besar," ungkap Bhima kepada CNNIndonesia.com, Jumat (26/3).

Selain itu, Bhima juga menyarankan masyarakat Indonesia untuk menabung dari sekarang. Hal itu dilakukan untuk berjaga-jaga jika sewaktu-waktu tarif pajak naik.

"Bagi generasi berikutnya, beban utang akan diwariskan," terangnya. "Jadi utang pemerintah yang terbit tahun ini, jatuh tempo misalnya 30 tahun ke depan, ya artinya jadi tanggungan penduduk ke depan."


Bukan hanya itu, Bhima juga menerangkan jika beban utang yang semakin meningkat akan berpengaruh terhadap ruang belanja pemerintah. Pemangkasan gaji dan tunjangan pegawai pemerintah bisa terjadi jika ruang belanja menyempit.

Selain itu, meningkatnya beban utang juga akan berpengaruh terhadap sektor swasta yang bekerja sama dengan pemerintah. Misalnya, dalam proses pembangunan proyek yang bekerja sama dengan pihak swasta akan terganggu. "Kelanjutan proyek pemerintah akan terganggu, dipangkas lah nilainya, delay pembayarannya," lanjut Bhima.

Sementara itu, Bhima juga mengklaim penggunaan utang pemerintah yang kurang efektif. Hal ini bisa dilihat dari sisi belanja dan kemampuan pemerintah dalam mendorong sisi produktivitas.

"Contohnya bisa pakai rasio bunga utang terhadap total belanja yang mencapai 19 persen pada 2021," imbuhnya. "Artinya, sebagian belanja belum direalisasikan sudah tersedot untuk bayar kewajiban utang sebelumnya, akhirnya ruang fiskal semakin sempit."

Lalu, efektif atau tidaknya penggunaan utang juga bisa dilihat dari debt to service ratio, saat ini posisinya sudah di atas 25 persen. "Posisinya sudah melebihi batas wajar negara berkembang," tandas Bhima.

(wk/wahy)

Follow Berita WowKeren.com di Google News

You can share this post!

Rekomendasi Artikel
Berita Terkait
Berita Terbaru