Pelaku Sejarah Nilai Warisan Reformasi 1998 Termasuk KPK Mulai Luntur
kpk.go.id
Nasional

Polemik TWK alih status menjadi ASN bagi pegawai KPK dinilai sejumlah pelaku sejarah sebagai upaya pelemahan lembaga antirasuah itu. Mereka juga menganggap bahwa warisan Reformasi 1998 mulai luntur.

WowKeren - Permasalahan yang melanda Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) seperti tidak ada habisnya. Seperti yang terjadi baru-baru ini, sebanyak 75 pegawai KPK dinyatakan tidak lolos tes wawasan kebangsaan (TWK) yang akhirnya menjadi sorotan publik.

Menanggapi hal tersebut, sejumlah pelaku sejarah menilai bahwa warisan Reformasi 1998 mulai luntur. Salah satunya yang masih menjadi sorotan adalah reputasi KPK.

Yusril Ihza Mahendra selaku Asisten Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) era Soeharto mengatakan bahwa KPK tengah mengalami pelemahan beberapa waktu terakhir. Melihat hal tersebut, ia mengaku prihatin dengan nasib lembaga antirasuah itu.

"Saya malas ngomong, itu juga kan saya yang bikin undang-undangnya, bawa ke DPR sampai jadi," terang Yusril saat dihubungi CNNIndonesia.com, Kamis (20/5). "Lalu memilih, mempersiapkan pimpinan yang pertama Pak Taufik Ruki, sekarang saya sudah malas ngomongnya."

Seperti yang diketahui, cikal bakal KPK dirintis sesaat setelah Reformasi. Indonesia sendiri memiliki Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 dan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagai bentuk perlawanan terhadap praktik korupsi penyelenggara negara yang merajalela di masa Orde Baru.


Dua Undang-Undang tersebut kemudian ditindaklanjuti lewat UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Kemudian disahkan pada 27 Desember 2002.

Setelah puluhan tahun reformasi berjalan, DPR RI dan pemerintah ngotot merevisi UU KPK. Hal itu dinilai menjadi awal terjadinya pelemahan KPK dan agenda pemberantasan korupsi.

Sejumlah elemen masyarakat saat itu telah menolak dengan menggulirkan gerakan #ReformasiDikorupsi yang menjatuhkan beberapa korban. Akan tetapi, elite politik tetap mengesahkan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019. Buntut pengesahan UU tersebut terdapat sejumlah aksi janggal Pimpinan KPK, termasuk penonaktifan 75 pegawai yang tidak lolos TWK.

Sementara itu, mantan Koordinator Kontras Haris Azhar menilai keberadaan KPK dan sejumlah "Anak Kandung Reformasi" telah melenceng dari jalur yang seharusnya. Ia menilai ada praktik ketatanegaraan di Indonesia yang tidak lagi sesuai amanat Reformasi.

"Melenceng, jauh melenceng," tegas Haris saat dihubungi CNNIndonesia.com, Kamis (20/5). "Tandanya, semua hal harus transaksi, jabatan, kasus, bisnis, dan lain-lain harus transaksi, tidak ada batasan nilai, melainkan harga. Berbagai persoalan hukum, sosial, ekonomi, politik terus terjadi."

(wk/wahy)

Follow Berita WowKeren.com di Google News

You can share this post!

Rekomendasi Artikel
Berita Terkait