Soroti Lonjakan COVID-19 di Indonesia, WHO Minta Segera 'Tarik Rem Darurat'
Unsplash/Mufid Majnun
Nasional

WHO menyoroti lonjakan COVID-19 yang terjadi di Indonesia, dan meminta pemerintah untuk segera menerapkan kebijakan yang lebih besar dan ketat. Hal ini bertujuan agar tidak terjadi lonjakan terus menerus.

WowKeren - Belakangan ini, Indonesia dihadapkan dengan lonjakan COVID-19 yang signifikan. Adapun lonjakan ini terjadi di sejumlah daerah di Indonesia seperti DKI Jakarta, Kabupaten Kudus, dan Bangkalan.

Hingga saat ini, pemerintah masih terus berupaya untuk bisa mengendalikan dan menekan angka penyebaran COVID-19 agar tidak terus-menerus terjadi lonjakan kasus. Salah satu kebijakan dari pemerintah yang saat ini diterapkan sebagai bentuk upaya mengendalikan lonjakan adalah Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) mikro.

Lonjakan COVID-19 di Indonesia ini mendapat perhatian dari publik, termasuk organisasi kesehatan dunia (WHO). WHO meminta pemerintah Indonesia untuk segera menerapkan pembatasan sosial yang lebih besar, khususnya di wilayah-wilayah dengan kenaikan kasus yang tinggi dan terdapat mutasi virus Corona (COVID-19).

WHO mengungkapkan bahwa kenaikan drastis atas keterisian tempat tidur di rumah sakit harus menjadi perhatian utama. Maka dari itu diperlukan langkah-langkah pembatasan yang lebih besar dan ketat, seperti Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).


"Dengan meningkatnya penularan karena varian kekhawatiran, diperlukan tindakan segera untuk mengatasi situasi di banyak provinsi," bunyi keterangan WHO.

Senada dengan WHO, Guru Besar Universitas Indonesia Profesor Zubairi Djoerban juga mengatakan bahwa perlu adanya tindakan ekstrem dari pemerintah seperti lockdown atau karantina wilayah untuk menekan angka penyebaran COVID-19, sehingga tidak terjadi lonjakan beruntun. Berkaca dari negara-negara yang sudah menerapkan lockdown, hal ini dinilai sangat efektif menekan angka penyebaran COVID-19.

"Meski tak populer di Indonesia, namun kebijakan lockdown terbukti efektif di beberapa negara," tulis Zubairi dalam akun Twitter pribadinya, @ProfesorZubairi, Kamis (17/6). "Sebut saja di India, yang dari 400 ribu kasus per hari, turun menjadi 70 ribu. Saya rasa, pandemi akan sulit terkendali jika jarak sosial ekstrem tidak dipraktikkan."

Kemudian Zubairi juga menerangkan terkait kurun waktu yang dibutuhkan untuk menerapkan lockdown yakni berkisar selama dua minggu. Akan tetapi, waktu tersebut bisa saja menjadi lebih lama, bergantung pada positivity rate-nya.

"Misalnya di Jakarta yang berada di angka 17-18 persen, ya tunggu sampai 10 persen, itu cukup," tutup Zubairi. "Setelah itu, baru kembali lagi ke PPKM mikro.

(wk/tiar)

Follow Berita WowKeren.com di Google News

You can share this post!

Rekomendasi Artikel
Berita Terkait
Berita Terbaru