Jaksa Agung Bongkar 'Cela' Sanksi Korupsi RI: Tidak Ada Alasan untuk Tak Menerapkan Hukuman Mati
Facebook/Kejaksaan RI
Nasional

Jaksa Agung ST Burhanuddin menegaskan tidak ada alasan untuk tak menerapkan hukuman mati bagi para pelaku korupsi. Pasalnya Burhanuddin menilai sanksi yang berlaku saat ini tidak cukup efektif.

WowKeren - Jaksa Agung ST Burhanuddin sempat mengungkap rencana untuk menjatuhkan hukuman mati terhadap pelaku korupsi. Namun rencana ini sempat menuai pro dan kontra karena dianggap tidak relevan untuk mengurangi kasus korupsi di Tanah Air.

Namun Burhanuddin ternyata memiliki pemikiran tersendiri soal penetapan hukuman mati tersebut. "Kajian terhadap pelaksanaan hukuman pidana mati khususnya terhadap para pelaku tindak pidana korupsi perlu kita perdalam bersama," ujar Burhanuddin di Jakarta, Kamis (18/11).

Burhanuddin menilai penerapan sanksi pidana tegas dan keras, termasuk hukuman mati, bisa memberikan efek jera terhadap pelaku korupsi agar tidak mengulangi di masa depan. "Hal ini terbukti cukup berhasil dengan sedikitnya pengulangan tindak pidana yang dilakukan oleh mantan para koruptor," jelas Burhanuddin.

Burhanuddin menilai upaya preventif dan represif terhadap koruptor kurang efektif. Aparat hukum juga memberi sanksi lain seperti memiskinkan koruptor lewat perampasan aset-aset, atau memberikan justice collaborator kepada koruptor yang berkenan membuka kasus korupsi lain, hingga melakukan gugatan perdata terhadap pelaku yang sudah meninggal dunia atau telah diputus bebas namun secara nyata telah merugikan negara.

"Akan tetapi, upaya tersebut ternyata belum cukup untuk mengurangi kuantitas kejahatan korupsi. Oleh karena itu, Kejaksaan merasa perlu untuk melakukan terobosan hukum dengan menerapkan hukuman mati," ujar Burhanuddin, dikutip pada Jumat (19/11).


Karena itulah, Burhanuddin menegaskan tidak ada alasan untuk menerapkan hukuman mati. Dalih adanya hak asasi manusia yang harus dilindungi pun dimentahkan oleh Burhanuddin karena HAM seharusnya diimbangi dengan pelaksanaan kewajiban asasi.

Maknanya, negara akan sekuat tenaga melindungi HAM setiap warganya namun mereka juga mempunyai kewajiban untuk menghormati hak orang lain. "Dalam Pasal 28 Ayat (1) UUD 1945, hak hidup adalah hak yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun," tutur Burhanuddin.

Namun di Pasal 28J Ayat (2) UUD 1945 menegaskan HAM dapat dibatasi serta bersifat tidak mutlak. "Negara dapat mencabut HAM setiap orang apabila orang tersebut melanggar undang-undang," terang Burhanuddin.

Sedangkan terkait argumentasi bahwa hukuman mati tidak mengurangi tingkat kejahatan korupsi pun turut dibantah oleh sang jaksa agung. Menurutnya tidak ada kepastian pula bahwa dihapusnya sanksi pidana mati terhadap koruptor membuat kuantitas tindak pidana korupsi berkurang.

"Mengingat perkara korupsi belum ada tanda-tanda hilang dan justru makin meningkat kuantitasnya," pungkas Burhanuddin. "Maka sudah sepatutnya dilakukan berbagai terobosan hukum sebagai bentuk ikhtiar pemberantasan korupsi."

(wk/elva)

Follow Berita WowKeren.com di Google News

You can share this post!

Rekomendasi Artikel
Berita Terkait
Berita Terbaru