Curhat Penduduk Asli di Lokasi IKN yang Khawatir Akan Terusir dari Tanah Leluhurnya Sendiri
Nasional

Kepala Suku Adat Paser Balik, Sabukdin, memperkirakan ada sekitar 5 ribu hingga 6 ribu hektare lahan di Kecamatan Sepaku (lokasi IKN) yang merupakan lahan nenek moyang dan belum mendapat sertifikat kepemilikan.

WowKeren - Pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara di Kalimantan Timur akan segera dimulai. Suku asli Penajam Paser Utara yang merupakan lokasi IKN lantas mengaku khawatir akan terusir dari tanah leluhurnya sendiri.

Salah satu warga dari Suku Paser Balik, Dahlia Yati, mengungkapkan bahwa patok-patok wilayah IKN telah masuk ke perkampungan dan menerobos tanah adat yang mereka garap secara turun menurun. Menurut Yati, pemasangan plang dan patok tersebut membuat dirinya dan warga setempat resah mengingat lahan yang diklaim milik pemerintah itu telah mereka gunakan untuk berkebun selama bertahun-tahun.

"Masyarakat adat minta kejelasan soal lahan adat agat tidak terdampak pembangunan IKN yang dipaksakan," tutur Yati dalam webinar pada Selasa (15/3). "Pemasangan plang yang terjadi ini bentuk pengambilan secara sepihak, tidak pernah bertemu atau koordinasi dengan kami."

Yati menjelaskan bahwa lahan rumahnya hanya berjarak 10 kilometer dari titik nol IKN tempat Presiden Joko Widodo berkemah. Meski demikian, Jokowi tidak bertemua dengan warga sekitar yang terdampak oleh pembangunan IKN.

Padahal, tutur Yati, luas lahan keluarganya yang dicaplok negara untuk pembangunan IKN mencapai empat hektare. Oleh sebab itu, Yati menyuarakan kekecewaannya terhadap kunjungan Jokowi yang hanya berkemah di titik nol IKN namun tidak mendengarkan keluhan warga lokal tentang pencaplokan lahan.


"Kemping kemarin kami tidak membutuhkan, hal itu buat apa? Tidak ada yang diuntungkan pula dengan itu," ungkapnya.

Kepala Suku Adat Paser Balik, Sabukdin, memperkirakan ada sekitar 5 ribu hingga 6 ribu hektare lahan di Kecamatan Sepaku (lokasi IKN) yang merupakan lahan nenek moyang dan belum mendapat sertifikat kepemilikan. Sabukdin menyebut lahan-lahan tersebut sebagai satu-satunya "penopang hidup" karena hutan dan mata pencaharian telah habis.

Oleh sebab itu, Sabukdin berharap agar urusan kepemilikan lahan diperjelas sebelum pembangunan IKN benar-benar dimulai. Ia berharap pemerintah memberikan surat-surat kepemilikan tanah kepada masyarakat adat.

"Tanggung jawab kita hanyalah mempertahankan tempat tinggal kami. Tempat kami bercocok tanam. Jangan sampai anak cucu saya itu tidak punya tempat tinggal," kata Sabukdin.

Di sisi lain, Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) dan sejumlah NGO telah memperingatkan adanya potensi konflik yang mungkin melibatkan 16.800 orang dari 21 masyarakat adat di sekitar IKN Nusantara. Menurut Deputi Sekretaris Jenderal AMAN, Erasmus Cahyadi, 21 komunitas masyarakat tersebut melaporkan total 30 ribu hektare lahan adat mereka tumpang tindih dengan izin konsesi perkebunan dan pertambangan, bahkan sebelum ada proyek IKN Nusantara.

"Tetapi, sebagian dari 30 ribu (hektare) ini diprediksi, kalau kita lihat anggota AMAN yang 21 itu, sebagian itu masuk ke IKN," ungkap Erasmus.

(wk/Bert)

Follow Berita WowKeren.com di Google News

You can share this post!

Rekomendasi Artikel
Berita Terkait
Berita Terbaru