Transaksi Kripto Kena Pajak Mulai Mei   2022, Kemenkeu RI Ungkap Alasannya
Unsplash/shutter_speed
Nasional

Peraturan anyar ini tercantum dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 68/PMK.03/2022 tentang PPN dan PPh atas Transaksi Perdagangan Aset Kripto dan mulai berlaku pada Mei 2022 mendatang.

WowKeren - Kementerian Keuangan telah resmi menerbitkan aturan untuk mengatur pajak kripto di Indonesia. Peraturan anyar ini tercantum dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 68/PMK.03/2022 tentang PPN dan PPh atas Transaksi Perdagangan Aset Kripto dan mulai berlaku pada Mei 2022 mendatang.

Pihak Kemenkeu lantas memberi penjelasan terkait pajak untuk Bitcoin CS ini. Menurut Kepala Sub Direktorat Pajak Pertambahan Nilai Perdagangan, Jasa, dan Pajak Tidak Langsung Lainnya, Bonarsius Sipayung, pihaknya telah melakukan pengujian terlebih dahulu apakah aset kripto patut dikenakan pungutan pajak atau tidak sebelum aturan ini dibuat.

"Karena ada kata kripto currency, maka kita harus uji itu alat bayar nggak? Kita lihat aturan dari BI itu menyatakan kripto bukan alat tukar, karena bukan alat tukar berarti clear dia barang tertentu yang bisa digunakan sebagai alat tukar tapi bukan resmi yang diakui oleh otoritas," paparnya dalam konferensi pers pada Rabu (6/4).

Adapun Kementerian Perdagangan tidak memasukkan aset kripto sebagai surat berharga. Sedangkan Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) mengatur kripto sebagai komoditas.

"Begitu ini komoditas, kita kaitkan dengan UU PPN. Di UU PPN dikatakan atas penyerahan barang kena pajak, terutang PPN," terangnya.


Selain itu, pemerintah Indonesia juga memungut pajak atas transaksi kripto karena melihat potensi penerimaan negara yang besar. Pada tahun 2020, data transaksi kripto mencapai Rp 850 triliun.

"Berdasarkan data 2020 total transaksi kripto Rp 850 triliun, berarti dikali 0,2% sekitar Rp 1 triliun lebih. Lumayan lho kalau itu dibagi-bagi, seluruh Indonesia kebagian. Sementara yang punya uang lebih ketika dia bisa investasi kripto, berbagilah dengan cara itu," ujarnya.

Sementara itu, PMK Nomor 68 Tahun 2022 menyebutkan bahwa penghasilan dari perdagangan kripto di Indonesia merupakan tambahan kemampuan ekonomis dan merupakan objek pajak berdasarkan UU Pajak Penghasilan. "Bahwa untuk memberikan kepastian hukum, kesederhanaan, dan kemudahan administrasi pemungutan, penyetoran, dan pelaporan pajak atas perdagangan aset kripto, perlu mengatur ketentuan mengenai pajak pertambahan nilai dan pajak penghasilan atas transaksi perdagangan aset kripto," demikian kutipan aturan tersebut.

Pengenaan pajak pertambahan nilai (PPN) berlaku atas penyerahan aset kripto oleh penjual, jasa penyediaan sarana elektronik untuk transaksi perdagangan aset kripto, serta jasa verifikasi transaksi aset kripto atau jasa kelompok penambang aset kripto (mining pool). Besarannya adalah 1 persen dari tarif PPN dikali dengan nilai transaksi aset kripto, dalam hal Penyelenggara Perdagangan Melalui Sistem Elektronik merupakan Pedagang Fisik Aset Kripto.

"Atau 2 persen dari tarif Pajak Pertambahan Nilai dikali dengan nilai transaksi aset kripto dalam hal Penyelenggara Perdagangan Melalui Sistem Elektronik bukan merupakan Pedagang Fisik Aset Kripto," lanjut aturan tersebut.

Sedangkan untuk penyerahan jasa verifikasi transaksi aset kripto dan mining pool, PPN yang akan dipungut dan disetor adalah sebesar 10 persen dari tarif PPN umum atau 1,1 persen yang dikali dengan nilai berupa uang atas aset kripto yang diterima oleh penambang.

(wk/Bert)

Follow Berita WowKeren.com di Google News

You can share this post!

Rekomendasi Artikel
Berita Terkait