BI Sebut Dunia Kini Alami Krisis Parah, Bagaimana Kondisi Perekonomian di Indonesia?
Nasional

Adapun keadaan krisis parah itu sebelumnya dipicu oleh adanya pandemi COVID-19. Kemudian kini belum usai pandemi COVID-19, ditambah dengan konflik Rusia-Ukraina yang belum juga berakhir.

WowKeren - Kondisi perekonomian secara global selama dilanda pandemi COVID-19 mengalami kegoyahan, termasuk juga di Indonesia. Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia, Destry Damayanti mengatakan bahwa saat ini dunia sedang mengalami krisis yang sangat parah.

Dengan kondisi pandemi COVID-19 yang belum usai, kemudian ditambah dengan perang antara Rusia dan Ukraina, kata Destry, mengakibatkan tekanan ekonomi yang semakin tinggi. Hal ini lantas menyebabkan harga komoditas global meningkat tajam.

"Saat ini kita mengalami krisis yang sangat parah," ujar Destry dalam diskusi virtual bertajuk "Strengthening Economic Recovery Amidst Heightened Uncertainty", Jumat (22/4). "Hal ini memperburuk gangguan pada rantai perdagangan duni dan meningkatkan ketidakpastian di pasar keuangan global."

Lebih lanjut, Destry mengatakan bahwa salah satu tantangan yang sedang dihadapi berasal dari kebijakan normalisasi kebijakan moneter The Fed yang cukup agresif. Menurutnya, The Fed dan beberapa bank sentral lainnya menaikkan suku bunga acuan, sebagai respons dari tekanan inflasi yang berasal dari permintaan domestik yang terpendam, kenaikan harga komoditas, dan harga pangan akibat konflik Rusia dan Ukraina.

Bahkan IMF pun disebut juga mengubah proyeksi pertumbuhan ekonomi global yang semula sebesar 4,4 persen menjadi 3,6 persen.

Destry menuturkan peningkatan ketidakpastian di pasar keuangan global akan mengakibatkan terbatasnya aliran modal ke negara-negara emerging market, seiring dengan meningkatnya risiko capital reversal ke aset-aset safe heaven, yang dinilai berpotensi memberikan tekanan lebih ke negara-negara berkembang, termasuk Indonesia.


Meski demikian, Destry membeberkan bahwa Indonesia sangat beruntung, bila melihat dampak langsung perang Rusia dan Ukraina yang sebenarnya terbatas. Bahkan dalam batas tertentu, Indonesia justru mendapatkan keuntungan.

Adapun keuntungan yang dimaksud adalah kinerja ekspor yang berhasil menembus rekor tertinggi sepanjang sejarah yakni nilai ekspor pada Maret 2022 tercatat mencapai USD26,50 miliar. Nilai ini disebut meningkat signifikan sebesar 29,42 persen (mtm) atau sebesar 44,36 persen (yoy).

Selanjutnyam Destry memaparkan di saat yang bersamaan, nilai impor pada Maret 2022, mencapai USD21,97 miliar dengan pertumbuhan sebesar 32,02 persen (mtm) atau 30,85 persen (yoy). Dengan begini, artinya bahwa pemulihan secara menyeluruh di sisi pengeluaran dan juga di sisi produksi, bahkan tingkat regional pun sedang terjadi.

Tidak cuma itu, Destry mengungkapkan beberapa indikator ekonomi pada Maret 2022, seperti penjualan ritel, ekspektasi konsumen dan PMI manufaktur mengkonfirmasi konsumen dan PMI manufaktur mengkonfirmasi pemulihan ekonomi domestik.

Maka dari itu, Destry berharap ekonomi di tahun 2022 ini bisa tumbuh pada sekitar 4,5 persen sampai 5,3 persen. Namun apabila konflik Rusia dengan Ukraina tak kunjung berakhir, hal ini perlu juga untuk diperhatikan, terutama dengan normalisasi di Amerika Serikat (AS).

"Hal itu tentu saja memberikan beberapa talenta yang kompleks bagi perekonomian kita, terutama bagi kita sebagai regulator dan sebagai pembuat kebijakan ekonomi makro," pungkas Destry.

(wk/tiar)

Follow Berita WowKeren.com di Google News

You can share this post!

Rekomendasi Artikel
Berita Terkait