Kata Kemenag Soal Potensi Perbedaan Hari Raya Idul Adha 2022
Rawpixel
Nasional

Hari Raya Idul Adha 2022 disebut akan mengalami perbedaan tanggal seperti Idul Fitri kemarin. Atas potensi perbedaan ini, Kemenag pun memberikan tanggapannya.

WowKeren - Tidak lama lagi, umat Islam di Indonesia akan merayakan Hari Raya Idul Fitri 2022. Akan tetapi, sama halnya dengan Idul Fitri kemarin, perayaan Idul Adha atau Kurban ini disebut akan mengalami perbedaan hari.

Terkait hal tersebut, Kementerian Agama (Kemenag) lantas memberikan tanggapan terkait potensi perbedaan Hari Raya Idul Adha di tahun 2022 ini. Kemenag pun mengajak semua pihak untuk menunggu hasil sidang isbat pada akhir Juni mendatang.

"Kita menunggu hasil sidang isbat yang InsyaAllah akan dilaksanakan tanggal 29 Zulkaidah (bertepatan 29 Juni)," ujar Dirjen Bimas Islam Kamaruddin Amin dalam pesan singkat dilihat dari detikcom, Senin (6/6).

Maka dari itu, Kamaruddin mengimbau seluruh masyarakat, khususnya umat Islam di Indonesia, untuk saling menghargai apabila terjadi perbedaan tanggal Hari Raya Idul Adha di tahun 2022 ini. Ia pun meyakini bahwa masyarakat sudah dewasa dalam menyikapi suatu perbedaan, khususnya Hari Raya Idul Adha.


"Kalaupun ada perbedaan, kita berharap masyarakat bisa memahami dan saling menghargai," tutur Kamaruddin. "Masyarakat kita sudah terbiasa dan dewasa dalam menyikapi perbedaan."

Sementara itu, Profesor Riset Astronomi Astrofisika BRIN Thomas Djamaluddin sebelumnya menyampaikan hasil analisisnya mengenai potensi perbedaan Idul Adha pada 9 Juli dan 10 Juli 2022. Thomas pun mengawali penjelasannya dengan memaparkan mengenai garis tanggal yang dibuat dengan menggunakan kriteria yang berlaku di masyarakat.

"Saat ini ada dua kriteria utama yang digunakan di Indonesia, kriteria wujud hilal dan kriteria baru MABIMS," jelas Thomas dalam keterangannya, dilihat pada Senin (6/6). "Kriteria wujudul hilal yang digunakan Muhammadiyah mendasarkan pada kondisi bulan lebih lambat terbenamnya daripada matahari.

"Kriteria baru MABIMS, mendasarkan pada batasan minimal untuk terlihatnya hilal (imkan rukyat atau visibilitas hilal), yaitu fisis hilal yang dinyatakan dengan parameter elongasi (jarak sudut bulan-matahari) minimum 6,4 derajat dan fisis gangguan cahaya syafak (cahaya senja) yang dinyatakan dengan parameter ketinggian minimum 3 derajat," beber Thomas.

Lebih lanjut, Thomas menerangkan bahwa kriteria baru MABIMS digunakan oleh Kemenag dan beberapa ormas Islam. Ia juga mengatakan bahwa pada Maghrib 29 Juni 2022, posisi bulan di Indonesia sudah di atas ufuk. Dengan begitu, kriteria wujudul hilal sudah terpenuhi.

(wk/tiar)

Follow Berita WowKeren.com di Google News

You can share this post!

Rekomendasi Artikel
Berita Terkait