Curigai Banyak Kejanggalan, Ratna Sarumpaet Yakin Kasusnya Dicatat Dalam Sejarah
WowKeren/Fernando
Nasional

Kejanggalan-kejanggalan yang dicurigainya ini akan Ratna tuangkan dalam buku autobiografi yang ditulisnya selama ia mendekam di balik jeruji Rutan Polda Metro Jaya.

WowKeren - Status Ratna Sarumpaet dalam kasus penyebaran hoaks penganiayaan telah ditingkatkan menjadi terdakwa. Ibunda aktris Atiqah Hasiholan itu dijatuhi hukuman enam tahun penjara di dalam persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan.

Menanggapi hal tersebut, Ratna menilai kasusnya bersifat politis. Ia pun mencurigai banyaknya kejanggalan dalam kasusnya. Oleh karenanya, ia meyakini kasus yang menjeratnya ini akan tercatat dalam sejarah Indonesia.

"Ini (kasusnya) dicatat oleh sejarah. Saya kan lagi membuat juga autobiografi saya, jadi sekalian ini bagian dari sejarah Indonesia," kata Ratna, Jumat (21/6). "(Sejarah) penegakan hukum."

Untuk diketahui, sebelumnya Ratna mengaku tengah menulis sebuah buku autobiografi selama dirinya ditahan di Rutan Polda Metro Jaya. Buku itu bercerita mengenai perjalanan kasus hoaks ini versi dirinya, termasuk hal-hal yang disebutnya tidak seharusnya dikenakan kepadanya.

"Aku enggak merasa aku harus diistimewakan," jelasnya, dikutip dari laman CNN Indonesia. "Tapi aku juga merasa ada hal-hal yang enggak sepatutnya dilakukan ke saya tapi dilakukan."


Ia juga menyinggung tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU). Ia menilai tuntutan yang diarahkan kepadanya tidak relevan. Sebagai contoh, JPU menuntut Ratna karena dituding melakukan keonaran akibat hoaks penganiayaan. Menurut Ratna, definisi keonaran versi jaksa tidak sesuai dengan definisi di Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI).

"Ya sebenarnya itu kan menunjukkan kebodohan mereka (JPU). Setiap orang tahu, bisa buka kamu kok apa itu keonaran," katanya. "Jadi kalau saya gitu-gitu apa yang bisa saya komentari? Upaya saya ya hanya meluruskan. Kalau mereka nggak mau dengar ya mau bilang apa."

Sebelumnya Ratna dituntut enam tahun penjara oleh jaksa. Perbuatannya dalam menyebarkan kabar bohong atau hoaks penganiayaan dinilai mengakibatkan keonaran. Alhasil Ratna dianggap telah melanggar unsur yang diatur dalam Pasal 14 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Hukum Pidana.

Jaksa menilai kondisi kejiwaan Ratna tidak memenuhi unsur dalam Pasal 44 KUHP terkait penyakit kejiwaan. Pun demikian jaksa menganggap permintaan maaf Ratna bukan berarti menghapus perbuatan pidana.

Terkait dengan vonis yang dijatuhkan padanya ini, Ratna juga mengaku sudah kapok mengkritik pemerintahan Presiden Joko Widodo dan tidak akan melakukannya lagi. Ia mengaku lebih baik mengurus cucu daripada mengkritik pemerintah.

(wk/wahy)

Follow Berita WowKeren.com di Google News

You can share this post!

Rekomendasi Artikel
Berita Terkait