Pengamen Korban Salah Tangkap Ngaku Disetrum Supaya Akui Pembunuhan di Cipulir
Nasional

4 pengamen dituduh menjadi tersangka kasus pembunuhan di Cipulir, Jakarta Selatan pada 2013 lalu. Atas kejadian salah tangkap itu, mereka menuntut ganti rugi sebesar Rp 750,9 juta dari sejumlah pihak.

WowKeren - Baru-baru ini empat pengamen menggugat Polda Metro Jaya dan Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta. Keempatnya mengaku menjadi korban salah tangkap atas kasus pembunuhan di Cipulir, Jakarta Selatan pada 2013 lalu dan menuntut ganti rugi atas kejadian tersebut.

Namun dalam perkembangan gugatan ini muncul fakta baru yang membuat banyak orang bergidik ngeri. Pasalnya, Fikri Pribadi, salah satu pengamen yang menjadi korban salah tangkap mengaku mengalami penyiksaan selama proses penyidikan di Polda Metro Jaya. Akibat disiksa itulah ia dan ketiga temannya terpaksa mengakui pembunuhan yang sejatinya tak mereka lakukan.

Awalnya, tutur Fikri, ia dan ketiga temannya menemukan sesosok mayat di kolong jembatan samping Kali Cipulir. Ia mengaku tak mengenali sosok tersebut.

Karena menemukan mayat itulah ia akhirnya melapor ke pihak sekuriti setempat. Tak lama berselang, kepolisian datang ke lokasi kejadian. Saat itulah polisi meminta para pengamen tersebut untuk menjadi saksi dalam proses penyidikan.

"Polisi bilangnya, 'Tolong ya Abang jadi saksi ya'," ujar Fikri di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (17/7). "'Iya enggak apa-apa saya mau', saya jawab begitu."


Yang tak disangkanya, ia dan teman-temannya justru mengalami tindakan tak menyenangkan setiba di kantor polisi. Bahkan oknum polisi juga sengaja menyiksa mereka supaya mau mengakui pembunuhan tersebut.

"Tahunya pas sudah di Polda malah kami yang ditekan. Saya langsung dilakbanin, disiksa pokoknya di Polda," katanya, dikutip dari laman Kompas, Kamis (18/7). "Disetrum, dilakbanin, dipukuli, sampai disuruh mengaku."

Fikri mengaku penyiksaan tersebut dilakukan secara bergantian. Bahkan penyiksaan itu harus mereka terima selama seminggu. Karena sudah tidak kuat, mereka akhirnya memilih mengakui pembunuhan yang tak pernah mereka lakukan.

Kasus itu pun akhirnya digulirkan hingga ke kejaksaan dan disidangkan di pengadilan. Saat itu mereka divonis bersalah oleh majelis hakim dan harus mendekam di penjara anak Tangerang.

Namun tiga tahun setelahnya Lembaga Bantuan Hukum (LBH) berhasil membuktikan bahwa mereka tak bersalah. Mereka pun dibebaskan dari semua jeratan hukum berdasarkan putusan Mahkamah Agung di Nomor 131 PK/Pid.Sus/2016.

Tiga tahun setelahnya, yakni tahun ini, LBH kembali mencoba memperjuangkan ganti rugi atas kejadian salah tangkap tersebut. Mereka menuntut ganti rugi sebesar Rp 750,9 juta.

(wk/elva)

Follow Berita WowKeren.com di Google News

You can share this post!

Rekomendasi Artikel
Berita Terkait