Pengamat politik Asia Tenggara, Aaron Connelly, mengomentari sampul majalah kontroversial tersebut lewat cuitan di akun Twitter pribadinya dan 'menyentil' soal RKUHP.
- Bertilia Puteri
- Rabu, 18 September 2019 - 09:15 WIB
WowKeren - Sampul majalah Tempo yang menampilkan karikatur Presiden Joko Widodo dan siluet tokoh Pinokio menuai kontroversi. Sekelompok relawan yang menamakan diri sebagai Jokowi Mania sempat melaporkan sampul tersebut dengan tuduhan penghinaan terhadap Presiden.
Sampul kontroversial tersebut juga sempat dikomentari oleh pengamat politik Asia Tenggara, Aaron Connelly. Awalnya, Aaron mengutip cuitan pengurus cabang istimewa Nahdalatul Ulama di Australia, Nadirsyah Hosen.
"Cover majalah Tempo ini artistik. Yang hidungnya panjang kayak Pinokio adalah bayangan Jokowi, bukan gambar Jokowinya. Ada mesej yg kuat, tanpa melecehkan," cuit Gus Nadir. "Saya yakin Pak @jokowi tidak perlu tersinggung. Kritikan yg artistik dan argumentatif itu perlu dalam demokrasi."
Aaron lantas memberikan penilaiannya terhadap sampul majalah ini. Ia pun menyindir revisi Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RUU KUHP).
"Namun berdasarkan pasal 218-220 dari RUU KUHP, yang dijadwalkan akan disahkan pada sidang paripurna DPR berikutnya, sampul majalah seperti ini dapat dihukum dengan tiga setengah tahun penjara," cuit Aaron. Diketahui, draft RKUHP Pasal 218 dan 219 mengatur tentang penyerangan kehormatan atau harkat dan martabat Presiden dan Wakil Presiden.
Pasal 218 mengatur bahwa setiap orang yang dinilai "menyerang kehormatan" Presiden dan Wakil Presiden bisa dipidana maksimal 3,5 tahun atau denda sebesar Rp 150 juta. Sedangkan Pasal 219 mengatur bahwa setiap orang yang menyiarkan, mempertunjukkan, atau menempelkan tulisan atau gambar yang dianggap menyerang kehormatan dan martabat Presiden dan Wakil Presiden di depan publik terancam hukuman paling lama 4 tahun 6 bulan atau denda maksimal Rp 150 juta.
Sebelumnya, Sekretaris Jenderal Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Revolusi Riza, menilai tidak ada yang perlu dipersoalkan dari sampul majalah tersebut. Pasalnya, sampul itu disebutnya merupakan bentuk kritik dalam produk jurnalistik.
"Itu kritik lah," ungkap Riza dilansir Tempo pada Rabu (18/9). "Kalau dilihat dari ilustrasi karikatur atau wajah Presiden, ini kan tidak ada yang aneh."
(wk/Bert)