Kritisi Kebijakan 'Kampus Merdeka' ala Nadiem Makarim, Pengamat: Terkesan Hanya Gimik
Nasional

Pengamat pendidikan dari Center of Education Regulations and Development Analysis (CERDAS), Indra Charismiadji, menilai bahwa kebijakan anyar Mendikbud Nadiem masih belum menyentuh SDM.

WowKeren - Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim baru saja mengeluarkan gebrakan anyarnya yang bertajuk "Kampus Merdeka". Sayangnya, program baru Nadiem ini dinilai hanya gimik belaka oleh pengamat pendidikan dari Center of Education Regulations and Development Analysis (CERDAS), Indra Charismiadji.

Menurut Indra, paket kebijakan Nadiem yang meliputi "Kampus Merdeka" dan "Merdeka Belajar" ini belum menyentuh sumber daya manusia (SDM) sama sekali. SDM yang dimaksud dalam hal ini adalah guru dan dosen.

"Kalau hanya seperti ini ya enggak akan berjalan. Apa ya, jadi terkesan hanya seperti gimik, bukan kebijakan strategis," tutur Indra dilansir CNN Indonesia, Kamis (30/1). "Padahal yang kita butuhkan transformasi nyata."

Indra menyebutkan bahwa guru dan dosen adalah ujung tombak pembangunan pendidikan yang lebih baik. Sayangnya, pemerataan kualitas guru dan dosen hingga kini masih menjadi masalah besar di Indonesia.

"Ini butuh sebuah transformasi. Beliau sudah benar menyebut ada guru penggerak dan dosen penggerak," jelas Indra. "Tapi guru dan dosen ini tidak muncul dengan sendirinya, harus disiapkan dulu. Nah itu yang belum disentuh. Harusnya mulai dari situ."


Lebih lanjut, Indra merinci pada kebijakan Nadiem yang maksud. Salah satunya adalah Nadiem yang akan memberikan kebebasan pada perguruan tinggi berakreditasi A dan B untuk membuat prodi (program studi) baru, asal memiliki kerja sama dengan organisasi kelas dunia.

Kebijakan ini justru dinilai bisa menimbulkan pemikiran komersil dalam situasi pendidikan yang belum dibenahi. Indra khawatir nantinya muncul oknum perguruan tinggi yang mengakali kebijakan ini untuk jualan prodi ke mahasiswa.

"Misalnya ada perusahaan robotic membuat kurikulum pelajaraan robotic dari anak 1 sampai 12. Dia mencari klien karena for profit. Jadi mereka bakal senang-senang saja tanda tangan MoU dengan universitas di Indonesia misalnya. Karena tujuan mereka jualan kurikulum ini, yang sebenarnya ditujukan untuk anak SD sampai SMA," ujar Indra. "Nah kan kalau ngelihat aturannya begini, si perguruan tinggi ini bisa lihat. Sudah lah kita kerjasama dengan mereka saja. Ternyata dia ngasih nama prodi robotica. Kan orang tertarik, wah kita akan diajari robotic. Ternyata ini buat anak SD. Tujuannya bukan untuk membangun SDM yang unggul tapi malah jualan."

Oleh sebab itu, Indra menilai kebijakan Nadiem dalam memerdekakan proses belajar belum dapat diaplikasikan secara bebas di Indonesia. Pasalnya, 2 kebijakan ini dinilai masih kental dengan nuansa budaya barat. Sedangkan budaya di Indonesia berbeda dengan budaya barat.

"Yang dilakukan Mas Nadiem ini tipikal daya berpikir orang barat," pungkas Indra. "Yang memang akan membutuhkan kemerdekaan, kebebasan untuk berkreasi dan berinovasi."

(wk/Bert)

Follow Berita WowKeren.com di Google News

You can share this post!

Rekomendasi Artikel
Berita Terkait