Mengenal Pulse Oximeter, Temuan yang Disebut Bisa Selamatkan Pasien COVID-19
Health

Pulse oximeter disebut penting dan mampu menyelamatkan nyawa pasien yang terinfeksi virus COVID-19. Bagaimana bisa perangkat berukuran kecil yang biasanya kerap dijumpai di rumah sakit itu bisa menolong pasien corona?

WowKeren - Pulse oximeter kerap disebut sebagai perangkat medis yang telah menyelamatkan jutaan nyawa. Bahkan di tengah pandemi COVID-19 pun, alat ini menjadi salah satu perlengkapan perang untuk melawan virus yang menyerang saluran pernapasan tersebut.

Pulse oximeter sendiri merupakan perangkat berukuran kecil yang biasanya dijepitkan pada ujung jari tangan pasien di rumah sakit. Sebagian besar posisi penempatan alat ini membutuhkan sisi kuku atas.

Alat ini dilengkapi dengan penunjuk angka berbasis digital, yang setelah alat ini diletakkan pada ujung jari, dalam beberapa detik angka menyala. Angka-angka ini menunjukkan tingkat oksigen darah dan detak jantung pasien.

Dilansir dari New York Times, alat yang pertama kali ditemukan oleh insinyur Jepang Takuo Aoyagi ini dirintis pada tahun 1970-an. "Pulse oximeter telah menjadi perangkat tambahan yang sangat penting dalam pengobatan pasien di rumah sakit," kata V. Courtney Broaddus, seorang profesor emeritus kedokteran di Universitas California, San Fransisco.

Alat ini akan mengukur empat tanda vital pasien, antara lain suhu tubuh, tekanan darah, denyut nadi dan laju pernapasan. Sedangkan tanda vital kelima yang akan diukur alat ini adalah tingkat oksigen dalam tubuh pasien.

Dalam penanganan kasus pasien corona SARS-CoV-2, Dr. Broaddus mengatakan banyak pasien yang merasakan nyeri dada, demam dan gejala sakit lainnya. "Pulse oximeter ini menjadi alat yang sangat penting bagi pasien (COVID-19), sebab manusia tidak bisa merasakan sendiri saturasi oksigen yang rendah di dalam tubuhnya," jelasnya.


John W. Severinghaus, profesor emeritus anestesi di Universitas California menuliskan bahwa mimpi Aoyagi adalah mendeteksi kadar saturasi oksigen tanpa harus mengambil darah. Dalam penelitian awal, Aoyagi mencoba mengukur cardiac output atau jumlah darah yang dipompa oleh jantung dengan menggunakan metode yang dikenal sebagai pencairan zat warna. Caranya dengan menyuntikkan pewarna pada pasien.

Alih-alih menarik darah ke hilir dan mengukur konsentrasi pewarna, Aoyagi malah berusaha menggunakan pulse oximeter awal. Beberapa di antaranya dikembangkan selama Perang Dunia II untuk membantu pilot militer bernafas di ketinggian. Namun, perangkat awal itu menempel pada telinga yang cenderung dianggap kurang akurat dan tidak praktis.

Pulse oximeter dinilai penting bagi pasien corona. Pasalnya, di Rumah Sakit Bellevue di New York banyak pasien terinfeksi yang datang ke rumah sakit dengan tingkat oksigen yang sangat rendah.

Dr. Richard Levitan yang merupakan dokter Rumah Sakit Bellevue mengatakan jika pasien COVID-19 dapat mengalami penurunan saturasi oksigen yang berbahaya, meski tanpa memiliki masalah pernapasan. Tanpa pulse oximeter, mereka mungkin tidak akan pernah mengetahui bahwa oksigen dalam tubuhnya sangat rendah.

Pasien yang mengalami sesak napas saat datang ke rumah sakit, kadar oksigen mereka akan turun secara signifikan. Dalam tahap lanjut, kemungkinan pasien dapat mengalami pneumonia akibat COVID-19.

Beruntung, teknologi perangkat yang sederhana seperti pulse oximeter ini dapat membantu, bahkan menyelamatkan pasien untuk dapat segera mendapat pertolongan apabila terjadi penurunan saturasi oksigen.

Tak heran apabila dokter Levitan menganjurkan agar masyarakat dapat memiliki alat tersebut, terutama bagi mereka yang dites positif virus corona, tapi tidak menunjukkan gejala sakit. "Dengan pulse oximeter ini, orang Amerika dapat didiagnosis dan dirawat, sebelum mereka benar-benar sakit," tuturnya.

(wk/nidy)

Follow Berita WowKeren.com di Google News

You can share this post!

Rekomendasi Artikel