Tanggapi Moeldoko, KSPI Ungkap Mengapa Buruh Tak Bahagia Omnibus Law Disahkan
Nasional

Sebelumnya, Kepala Staf Kepresidenan RI Moeldoko sempat menyebut bahwa masyarakat yang menolak Omnibus Law Undang-Undang Cipta Kerja susah untuk diajak bahagia.

WowKeren - Kepala Staf Kepresidenan RI Moeldoko sempat menyatakan keheranannya pada masyarakat yang menolak Omnibus Law Undang-Undang Cipta Kerja. Moeldoko bahkan menilai para penolak Omnibus Law sebagai orang yang susah diajak bahagia.

Menanggapi pernyataan Moeldoko, Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) pun buka suara. Ketua Departemen Komunikasi dan Media KSPI, Kahar S Cahyono, menyatakan bahwa buruh jelas tidak bahagia karena aspirasi mereka tak diakomodir oleh pemerintah dan DPR RI.

Menurut Kahar, pihaknya telah meminta agar perlindungan buruh dijadikan prioritas pada saat pembentukan aturan Omnibus Law. Namun, Kahar mengaku hal tersebut tak dilakukan oleh pemerintah dan DPR RI.

Hal ini yang menjadi permasalahan bagi buruh hingga kini. "Itu yang membuat kita tidak bahagia, yang membuat kita bersedih hati kenapa aspirasi kaum buruh terkait dengan Undang- undang Cipta Kerja ini tidak terakomodir dengan baik," jelas Kahar dilansir Kompas TV pada Senin (19/10).


Lebih lanjut, Kahar menjelaskan sejumlah poin yang membuat buruh tak bahagia atas pengesahan UU Cipta Kerja. Yang pertama adalah dihilangkannya upah minimum sektoral kabupaten (UMSK) dalam UU tersebut. Kahar juga sempat menyinggung soal pembatasan penerapan UMK.

Lalu yang kedua adalah pemberlakuan outsourcing yang dibebaskan untuk semua jenis pekerjaan. Padahal dalam aturan sebelumnya, outsourcing hanya diperbolehkan untuk 5 jenis pekerjaan saja.

"Bagaimana buruh bisa bahagia kalau outsourcing itu dibebaskan untuk semua jenis pekerjaan. UU Cipta Kerja ini memperbolehkan hampir semua jenis pekerjaan outsourcing," jelas Kahar. "Bagaimana mungkin buruh bahagia dengan sistem kerja seperti itu."

Kemudian, UU Cipta Kerja juga dinilai mereduksi hak buruh terkait pembatasan kontrak kerja. Pasalnya, UU Cipta Kerja akan menghilangkan batasan waktu kontrak dan mengurangi jumlah pesangon. Kahar menilai hal tersebut akan membuat buruh kehilangan harapan untuk diangkat menjadi karyawan tetap.

"Bagaimana buruh mau bahagia kalau aturan mengenai karyawan kontrak itu bisa membuat dirinya dikontrak berulang-ulang seumur hidupnya, tanpa diangkat menjadi karyawan tetap," pungkas Kahar. "Hak-hak buruh yang direduksi atau dikurangi itulah yang membuat buruh sulit untuk merasa bahagia."

(wk/Bert)

Follow Berita WowKeren.com di Google News

You can share this post!

Rekomendasi Artikel
Berita Terkait
Berita Terbaru