Bukan GeNose, Epidemiolog UI Nilai Cek COVID-19 Pakai Anjing Pelacak Lebih Efektif
Pixabay/Dimitris Vetsikas
Health

Epidemiolog UI Pandu Riono malah menilai penggunaan anjing pelacak lebih efektif serta akurat dalam skrining COVID-19 ke depannya. Berikut penjelasan Pandu.

WowKeren - Alat skrining COVID-19 berbasis embusan napas GeNose sudah didistribusikan di banyak lokasi Indonesia. Namun tampaknya akurasi dari alat ini masih dipertanyakan oleh Epidemiolog Universitas Indonesia Pandu Riono yang menilai pemakaian anjing pelacak lebih efektif ketimbang GeNose.

Menurut Pandu, saat ini sudah banyak negara yang memakai anjing pelacak sebagai opsi skrining COVID-19. Di Indonesia sendiri, menurut Pandu, ada banyak lembaga yang bisa membantu mempersiapkan hewan-hewan tersebut untuk membantu pelacakan pasien COVID-19.

"Kita kan punya anjing untuk mendeteksi narkoba, kan. Jadi ada yang punya kelompok anjing pelacak. Polisi juga punya brimob, jadi perguruan tinggi seperti universitas kedokteran hewan bisa mengembangkan juga," kata Pandu, Jumat (19/3). "Di banyak negara (anjing pelacak) ternyata jauh lebih sensitif, penggunaan anjing pelacak itu.

Namun Pandu menegaskan penggunaan anjing pelacak pun bukan satu-satunya metode diagnosis COVID-19. "Misalnya ada kerumunan penumpang bandara, kalau anjingnya bisa terlatih untuk mendeteksi orang yang harus tes antigen, itu kan jauh lebih murah daripada semua orang harus dites antigen," papar Pandu, dikutip dari Kumparan.


Penggunaan anjing pelacak ini, menurut Pandu, juga lebih praktis karena intervensi yang jauh lebih rendah daripada memakai GeNose. Sebab bila memakai GeNose, maka orang harus mengembuskan napas ke alat, yang tentu saja cukup riskan jika yang bersangkutan adalah pasien positif COVID-19.

"Saya tidak percaya sama GeNose, saya lebih percaya sama anjing pelacak. Coba kalau sudah dideteksi anjing positif, apa GeNose juga positif? Nanti kita bandingkan dengan standar PCR dan antigen," terang Pandu. "Paling penting, (anjing pelacak) tidak ada intervensi kan seperti harus niup atau diambil spesimen, kecuali untuk pelatihan anjing yang diseleksi."

"Tingkat akurasinya (GeNose) belum akurat," sambungnya. "Di beberapa negara yang sistemnya sama dengan GeNose, jadi GeNose tuh bukan eksklusif buatan Indonesia, teknologi itu juga ada yang sama di beberapa negara tapi tidak pernah lolos uji validasi untuk dimanfaatkan."

Dalam penjelasannya, Pandu menegaskan aspek kepraktisan jika Indonesia berniat untuk "menormalkan" kembali gaya hidup. Apalagi kini di beberapa negara metode dengan anjing pelacak juga sudah dilirik dengan akurasi yang cukup baik.

"Kan bisa dipakai kalau nanti dibuka konser musik, PON, atau kegiatan-kegiatan yang menghimpun banyak orang. Apa tiap orang harus ditesting? Kan enggak," pungkasnya. "Kalau anjing kan paling keliling-keliling. Jadi kan bisa membantu masa transisi saat kita mulai membuka kegiatan-kegiatan massal atau pariwisata. Enggak mungkin semua orang dites."

(wk/elva)

Follow Berita WowKeren.com di Google News

You can share this post!

Rekomendasi Artikel
Berita Terkait
Berita Terbaru