Menlu Retno Ungkap RI Siap Jadi Pusat Produksi Vaksin COVID-19 Asia Pasifik
Twitter/Kemlu_RI
Nasional

Indonesia menyatakan kesiapan untuk menjadi pusat produksi vaksin COVID-19 di kawasan Asia Pasifik. Hal ini dimaksudkan agar angka ketersediaan vaksin global bisa ditingkatkan.

WowKeren - Indonesia tidak lelah membawa isu penyetaraan kesempatan akses vaksin COVID-19 di ranah global. Bahkan kali ini Indonesia menyatakan kesiapannya untuk menjadi pusat produksi vaksin COVID-19 demi mencapai tujuan kesetaraan distribusi.

Hal ini disampaikan Menteri Luar Negeri Retno Marsudi, di mana Indonesia disebutkan siap menjadi hub produksi vaksin COVID-19 di kawasan Asia Pasifik. Pernyataan ini disampaikan Retno dalam pertemuan Dewan Aliansi Vaksin GAVI bersama para ketua bersama COVAX Advance Market Commitment (AMC) Engagement Group.

"Produsen vaksin harus mampu meningkatkan kapasitas produksinya," ungkap Retno dalam konferensi pers daringnya, Rabu (29/9). "Dan sudah saatnya negara berkembang dimasukkan dalam rantai pasokan vaksin global."

Sebagai informasi, dunia menarget tercapainya vaksinasi terhadap 70 persen populasi pada pertengahan 2022. Untuk mencapai target tersebut, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan setidaknya dunia memerlukan 11 miliar dosis vaksin COVID-19.


"Pada saat kita bicara mengenai rantai pasokan vaksin, saya sebutkan bahwa pembentukan pusat manufaktur vaksin mRNA yang sudah dilakukan di Afrika Selatan harusnya direplikasi di wilayah lain," tegas Retno. "Untuk mempercepat peningkatan produksi vaksin."

Indonesia bukan cuma mendorong peningkatan produksi vaksin, tetapi juga melakukan mekanisme berbagai dosis (dose sharing). Negara dengan surplus dosis vaksin COVID-19 bisa berbagi kepada negara berpenghasilan rendah dan menengah.

Namun Retno menegaskan pula pentingnya negara donatur dosis vaksin untuk berbagi secara lebih transparan seperti terkait waktu pengiriman. Negara donatur juga sebaiknya tidak berbagi dosis vaksin COVID-19 yang sudah akan habis masa berlakunya.

Sedangkan isu lain yang diangkat adalah perihal diskriminasi vaksin, di mana terdapat larangan untuk dilakukannya perjalanan lintas batas karena negara tujuan tidak mengakui merek vaksin tertentu meski produk tersebut telah mendapat izin penggunaan darurat dari WHO. Selain itu ada pula negara yang boleh mengizinkan seseorang masuk bila sudah mendapat suntikan booster dengan merek vaksin yang diakui otoritas mereka.

"Dalam pertemuan itu, saya meminta agar WHO, GAVI, COVAX Facility melakukan joint effort untuk mencegah diskriminasi vaksin ini terus terjadi," pungkas Retno. "Dewan GAVI juga sangat mengkhawatirkan diskriminasi ini dan akan berupaya untuk menangani bersama dengan WHO."

(wk/elva)

Follow Berita WowKeren.com di Google News

You can share this post!

Rekomendasi Artikel
Berita Terkait
Berita Terbaru