Pembahasan Super Cepat RUU IKN Terkesan Dipaksakan, Disebut Berpotensi Ulangi Kesalahan UU Ciptaker
Nasional

Pemerintah saat ini diketahui tengah membahas dan merumuskan RUU Ibu Kota Negara (IKN). Namun waktu pembahasan RUU IKN dinilai super cepat yakni dalam kurun 40 hari.

WowKeren - Seperti yang diketahui, Pemerintah telah memutuskan untuk memindahkan Ibu Kota Negara Indonesia dari DKI Jakarta ke Kalimantan. Saat ini, pemerintah juga tengah membahas Rancangan Undang-Undang Ibu Kota Negara (RUU IKN).

Namun pembahasan RUU IKN itu terbilang super cepat. Menanggapi hal ini, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) menilai bahwa pembahasan RUU IKN yang super cepat itu terkesan dipaksakan dan mengulang inkonstitusionalitas pembentukan Undang-Undang Cipta Kerja (UU Ciptaker).

Manajer Kampanye Eksekutif Nasional Walhi, Wahyu Perdana menuturkan bahwa alih-alih belajar dari proses pembentukan UU Ciptaker yang diputuskan inkonstitusional bersyarat oleh Mahkamah Konstitusi (MK), pihaknya justru menganggap pemerintah berpotensi mengulangi kesalahan yang sama di RUU IKN.

"Proses dipaksakannya pembahasan RUU IKN dengan proses super cepat justru mereplikasi kembali proses yang salah," tutur Wahyu dalam keterangan tertulis, Rabu (12/1).

Lebih lanjut, Wahyu mengatakan bahwa penetapan lokasi IKN juga dilakukan secara politik tanpa adanya dasar hukum yang jelas. Menurutnya, penentuan lokasi pun tanpa mempertimbangkan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup.


Selain itu, kata Wahyu, setidaknya ada tiga hal yang membuat proses pembentukan RUU IKN harus dibatalkan menurut catatan Walhi. Pertama mengenai proses pembahasan RUU IKN yang super cepat di parlemen. Proses pembentukan RUU IKN sendiri diketahui ditargetkan pemerintah dan DPR akan selesai dalam kurun waktu 40 hari.

Menurut Wahyu, perhitungan waktu tersebut dilakukan sejak pertama kali anggota Panitia Khusus RUU IKN ditetapkan pada 7 Desember 2021 hingga direncanakan mendapat persetujuan tingkat II atau rapat paripurna DPR pada 18 Januari 2022. Dengan waktu yang super cepat, dinilai berpotensi memicu pertanyaan bagi publik dan tidak masuk akal dari perspektif syarat pembentukan UU yang baik.

"Terlebih, kompleksitas pemindahan ibu kota negara ini tidak hanya melibatkan urusan teknis belaka, seperti anggaran dan infrastruktur, tetapi juga memerlukan kajian mendalam terkait aspek sosial, ekonomi, lingkungan, hingga kultur," jelas Wahyu.

Kedua, Walhi menilai bahwa pembentukan RUU IKN juga telah mengabaikan syarat formil, salah satunya adalah dalam proses pembentukan Pansus RUU IKN. Dalam Rapat Paripurna 7 Desember lalu, DPR membentuk Pansus RUU IKN dengan total 50 orang dan 6 pimpinan pansus. Jumlah ini berlawanan dengan amanat UU MD3 dan tatib DPR yang mengatur jumlah panitia khusus maksimal 30 orang, dan 4 orang unsur pimpinan.

Ketiga, RUU IKN tidak bisa mematuhi prinsip partisipasi publik yang bermakna. Wahyu menilai RUU IKN belum melibatkan partisipasi publik yang bermakna. "Mengingat dalam putusannya, MK menyoroti pembentukan UU agar melibatkan partisipasi publik yang bermakna," tandas Wahyu.

(wk/tiar)

Follow Berita WowKeren.com di Google News

You can share this post!

Rekomendasi Artikel
Berita Terkait
Berita Terbaru