Heboh Kasus Satelit Kemhan, Panglima Ungkap Ada Indikasi Sejumlah Personel TNI Terlibat
kodiklat-tniad.mil.id
Nasional

Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa mengungkapkan bahwa ada indikasi sejumlah personel TNI masuk dalam proses hukum proyek satelit Kemhan tersebut. Andika pun memastikan bahwa pihaknya mendukung pengusutan tuntas kasus tersebut.

WowKeren - Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD baru-baru ini mengungkapkan sebuah proyek pemerintah yang berpotensi merugikan negara. Proyek yang dimaksud adalah proyek satelit di Kementerian Pertahan pada tahun 2015 yang berpotensi membuat negara rugi hampir Rp 1 triliun.

Kekinian, Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa mengungkapkan bahwa ada indikasi sejumlah personel TNI masuk dalam proses hukum proyek satelit Kemhan tersebut. Andika pun memastikan bahwa pihaknya mendukung pengusutan tuntas kasus tersebut.

Mahfud MD rupanya sempat memanggil Andika terkait kasus tersebut. Menurut Andika, dirinya diberitahu Mahfud bahwa proses penyelidikan kasus satelit Kemhan akan segera dimulai.

"Hari Selasa (11/1) kemarin saya sudah dipanggil oleh Menko Polhukam. (Pembicaraan) itu intinya sama, beliau menyampaikan bahwa proses hukum ini segera akan dimulai," ungkap Andika pada Jumat (14/1). "Dan memang beliau menyebut ada indikasi awal, indikasi awal beberapa personel TNI yang masuk dalam proses hukum."

Menurut Andika, dirinya akan mendukung keputusan pemerintah terkait kasus ini. Ia sendiri kini masih menunggu identitas sejumlah personel TNI yang akan masuk dalam proses hukum proyek satelit Kemhan.

"Oleh karena itu saya siap mendukung keputusan dari pemerintah untuk melakukan proses hukum. Jadi kami menunggu nanti untuk nama-namanya yang memang masuk dalam kewenangan kami," paparnya.

Sebagai informasi, Kejaksaan Agung mulai mengusut dugaan pelanggaran hukum dalam pengelolaan satelit untuk slot orbit 123 Bujur Timur di Kemhan. Kasus ini bermula pada 19 Januari 2015, kala Satelit Garuda-1 keluar orbit dari slot Orbit 123 derajat Bujur Timur.


Akibatnya, terjadi kekosongan pengelolaan oleh Indonesia. Peraturan International Telecommunication Union (ITU) yang ada di bawah PBB menyatakan bahwa negara yang telah mendapat hak pengelolaan akan diberi waktu tiga tahun untuk kembali mengisi slot itu, jika tidak maka slot tersebut akan digunakan negara lain.

Slot ini awalnya dikelola oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika RI. Namun Kemhan kemudian meminta hak pengelolaan untuk pembangunan Satelit Komunikasi Pertahanan (Satkomhan). Kemhan menyewa Satelit Artemis milik Avanti Communication Limited (Avanti) untuk mengisi slot itu.

Menurut Mahfud MD, Kemhan membuat kontrak dengan Avanti meski belum memiliki anggaran untuk keperluan tersebut. Kontrak itu diteken pada 6 Desember 2015, padahal persetejuan di Kominfo pengelolaan slot orbit itu baru rilis 29 Januari 2016.

"Belum ada kewenangan dari negara dalam APBN bahwa harus mengadakan itu, melakukan pengadaan satelit dengan cara- cara itu," papar Mahfud.

Selain Avanti, Kemhan rupanya juga melakukan kontrak dengan Navajo, Airbus, Hogan Lovel, dan Telesat dalam kurun waktu 2015-2016 untuk membangun Satkomhan. Mahfud mengungkapkan bahwa saat itu anggaran belum tersedia.

Kemhan kemudian mengembalikan hak pengelolaan slot orbit 123 Bujur Timur pada Kominfo di tahun 2018. Kala itu, Kominfo akhirnya memberikan hak pengelolaan slot orbit 123 Bujur Timur untuk filing satelit Garuda-2 dan Nusantara-A1-A diberikan pada pihak swasta, yakni PT Dini Nusa Kusuma (PT DNK).

PT DNK tak mampu menyelesaikan sisa masalah akibat Satkomhan selama bertahun-tahun hingga akhirnya Avanti menggugat Indonesia ke Pengadilan Arbitrase Inggris. Kemhan RI dituding tidak membayar sewa satelit sesuai dengan nilai kontrak yang ditandatangani.

(wk/Bert)

Follow Berita WowKeren.com di Google News

You can share this post!

Rekomendasi Artikel
Berita Terkait
Berita Terbaru