Keputusan MA Pangkas Vonis Edhy Prabowo Jadi 5 Tahun Dikritik Absurd
Nasional

Salah satu pertimbangan mejelis hakim tingkat kasasi memangkas hukuman Edhy Prabowo adalah ia bekerja dengan baik selama menjabat sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan (KP).

WowKeren - Mahkamah Agung (MA) memangkas hukuman Edhy Prabowo menjadi lima tahun penjara. Padahal di tingkat banding, majelis hakim Pengadilan Tinggi Jakarta telah memperberat vonis mantan Menteri Kelautan dan Perikanan tersebut menjadi sembilan tahun penjara.

Salah satu pertimbangan mejelis hakim tingkat kasasi memangkas hukuman Edhy adalah ia bekerja dengan baik selama menjabat sebagai Menteri KP. "Menjatuhkan pidana kepada terdakwa Edhy Prabowo dengan penjara selama 5 tahun dan pidana denda sebesar Rp 400 juta dengan ketentuan apabila tidak dibayar maka diganti dengan pidana kurungan selama 6 bulan," demikian isi amar putusan MA.

Keputusan MA tersebut lantas dikiritk oleh banyak pihak. Salah satunya adalah Indonesia Corruption Watch (ICW) yang menilai keputusan tersebut absurd.

"Alasan Mahkamah Agung untuk mengurangi hukuman Edhy Prabowo benar-benar absurd," jelas peneliti ICW Kurnia Ramadhana dalam keterangannya, Kamis (10/3).

Kurnia menyoroti alasan MA yang menilai putusan Pengadilan Tinggi Jakarta tidak mempertimbangkan aspek selama Edhy bekerja sebagai menteri ia telah memberikan harapan kepada masyarakat. Kurnia menilai pertimbangan tersebut sangat aneh.

"Mesti dipahami, bahkan berulang kali oleh Mahkamah Agung, bahwa mantan Menteri Kelautan dan Perikanan itu adalah seorang pelaku tindak pidana korupsi," paparnya. "Ia (Edhy) memanfaatkan jabatannya untuk meraup keuntungan secara melawan hukum."


Kurnia mengatakan bahwa hakim tingkat kasasi seorang mengabaikan ketentuan pasal 52 KUHP yang menegaskan pemberatan pidana untuk seorang pejabat kala melakukan perbuatan pidana memakai kekuasaan, kesempatan atau sarana yang diberikan. Kurnia khawatir pemangkasan hukuman Edhy justru akan menjadi "vitamin" sekaligus penyemangat bagi para pejabat yang ingin melakukan praktik korupsi.

"Regulasi itu secara spesifik menyebutkan penambahan hukuman sepertiga, bukan justru dikurangi. Terlebih, dengan kejahatan korupsi yang dilakukan, Edhy juga melanggar sumpah jabatannya sendiri," katanya.

Kritik juga dilayangkan oleh pakar psikolog forensik, Reza Indragiri Amriel. Ia heran dengan keputusan MA tersebut mengingat kinerja Edhy sebagai Menteri KP langsung tercoreng ketika ia terjerat kasus korupsi.

Menurut Reza, pertimbangan majelis hakim yang menyebut Edhy memiliki kinerja baik selama menjadi menteri tidak tepat. Pasalnya, tidak korupsi yang dilakukan telah membuat kepuasan kinerja menurun.

"Korupsi menurunkan kepuasan kerja. Ketika kepuasan kerja turun, maka kinerja pun akan anjlok. Begitu pula, korupsi akan membawa organisasi ke situasi tidak efektif dan kurang produktif," paparnya. "Konsekuensinya sama, performa (kinerja) akan memburuk, baik performa individu maupun performa organisasi."

Reza menilai logika yang menyebut pejabat divonis bersalah dalam kasus korupsi namun dinilai berkinerja baik suli dipahami. "Dari situ sulit dipahami, bagaimana logikanya bahwa seorang pejabat divonis bersalah karena melakukan korupsi namun pada saat yang sama disebut berkinerja baik?" tukasnya.

(wk/Bert)

Follow Berita WowKeren.com di Google News

You can share this post!

Rekomendasi Artikel
Berita Terkait
Berita Terbaru