Kecam Aksi Guru Sodomi 15 Santri Laki-laki di Pengalengan, Kemen PPPA Tuntut Penegakan Hukum
Nasional

Kemen PPPA mendorong kasus sodomi santri di Pengalengan diusut tuntas dan tersangka dihukum setimpal. Kemen PPPA juga mengecam perbuatan tersangka yang merupakan seorang guru ngaji.

WowKeren - Sederet kasus pelecehan dan kekerasan seksual hingga kini masih menjalani proses hukum. Termasuk kasus sodomi atau pencabulan seorang guru pada 15 santri laki-laki di bawah umur yang terjadi di Pengalengan, Jawa Barat.

Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) turut mengecam keras kasus sodomi tersebut. Menteri PPPA, Bintang Puspayoga sangat menyesalkan seorang guru yang seharusnya jadi teladan, panutan dan mendidik justru melakukan perbuatan tercela terhadap santri siswa didiknya. Kemen PPPA pun mendorong agar pelaku dihukum sesuai dengan UU 17 Tahun 2016.

"Kekerasan seksual yang dilakukan guru ngaji sangat keji dan tidak bisa ditolerir. KemenPPPA berharap kasus ini dapat dituntaskan dan hukum ditegakkan agar korban mendapatkan keadilan," ujar Bintang, Senin (18/4).

"Kemen PPPA akan memastikan berlangsungnya pendampingan terhadap korban untuk memulihkan trauma yang dialaminya. Kami juga berharap, tidak ada stigma terhadap korban dan bahkan masyarakat harus mendukung, sehingga pemulihan dari trauma dapat berlangsung cepat," sambungnya.


Sementara itu, Deputi Perlindungan Khusus Anak, Kemen PPPA, Nahar mengatakan pihaknya telah berkoordinasi dengan Unit PPA Polres Kabupaten Bandung terkait kasus sodomi yang terjadi di Pangalengan tersebut. Korban yang mendapat pendampingan dari UPTD PPA Kabupaten Bandung seluruhnya berjumlah 15 anak, terdiri dari 12 korban dan 3 saksi.

Pelaku diduga melakukan perbuatannya lebih dari lima tahun sejak 2017 dengan korban sodomi puluhan anak laki-laki. Kasus ini masih proses penyidikan Polresta Kabupaten Bandung dan pelakunya telah ditahan dan ditetapkan sebagai tersangka.

“Ke-15 anak dalam pendampingan untuk dikonseling oleh psikolog dan mendapat assessment serta pendampingan hukum,” kata Nahar.

Kemen PPPA meminta agar Aparat Penegak Hukum dapat memberikan hukuman sesuai perundang-undangan yang berlaku. Pelaku dapat dijerat dengan Pasal 76E UU 35 tahun 2014, dengan sanksi hukuman pada Pasal 82 UU 17 Tahun 2016 jo Perpu 1 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak, dengan pidana penjara paling singkat 5 tahun dan paling lama 15 tahun disertai denda maksimal Rp 5 miliar, serta membayar restitusi ganti kerugian kepada para korban anak, yang perhitungannya dilakukan oleh LPSK (Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban).

Mengingat pelaku adalah pendidik sesuai pasal 82 (2), dapat dikenai tambahan pidana 1/3 dari pidana pokok dan karena korban lebih dari satu orang, maka sesuai pasal 82 (4) pelaku juga dapat dikenai tambahan pidana 1/3 dari pidana pokok. Selain itu, pelaku dapat dikenai pidana tambahan berupa pengumuman identitas pelaku sesuai pasal 82 (5) dan tindakan rehabilitasi dan pemasangan alat pendeteksi elektronik pelaku pada pasal 82 (6).

(wk/amel)

Follow Berita WowKeren.com di Google News

You can share this post!

Rekomendasi Artikel
Berita Terkait