Kata BRIN Terkait Terjadinya Banjir di Berbagai Daerah Indonesia Saat Musim Kemarau
Unsplash/Chris Gallagher
Nasional

Saat ini Indonesia seharusnya sudah memasuki musim kemarau, namun masih terjadi hujan bahkan menimbulkan banjir di sejumlah daerah. Atas fenomena ini, BRIN memberikan penjelasan.

WowKeren - Sejumlah wilayah di Indonesia beberapa hari terakhir diterjang banjir. Terbaru, banjir rob di kawasan Tanjung Emas, Kota Semarang, Jawa Tengah pada Senin (23/5) kemarin.

Sementara berdasarkan data dari Pusat Riset Iklim dan Atmosfer Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), kejadian banjir terjadi di sepanjang Ciamis-Pangandaran, Jawa Barat, yang menyebabkan longsor dan merendam 517 hektare sawah produktif, dan memicu longsor di Cijeruk, Bogor, sehingga menimbulkan korban jiwa.

"Banjir juga terjadi di DKI Jakarta, setelah diguyur hujan persisten sejak Sabtu dinihari (21/5/2022)," tutur peneliti Pusat Riset Iklim dan Atmosfer BRIN Erma Yulihastin dalam keterangannya di Bandung, Senin (23/5). "Di Jawa Tengah, banjir bandang terjadi di Kulon Progo, Jogja dan Kendal, Jawa Tengah karena luapan sungai yang merendam 21 kelurahan di wilayah tersebut."

Erma menilai bahwa potensi banjir yang mulai merebak terjadi sepanjang musim kemarau pada tahun 2022 ini dapat diketahui sejak bulan Maret lalu. Sementara berdasarkan data dari Kajian Awal Musim Wilayah Indonesia Jangka Madya (KAMAJAYA) BRIN, menunjukkan bahwa di sebagian besar wilayah Indonesia, khususnya Jawa berpotensi mengalami kemarau basah, bahkan tidak mengalami kemarau sama sekali.

"Berdasarkan kategori intensitas hujan selama tiga dasarian berturut-turut yang tidak pernah kurang dari 150 milimeter sehingga kriteria musim kemarau tidak pernah terjadi di wilayah-wilayah itu," jelas Erma.


Lebih lanjut, Erma merinci wilayah yang dimaksud adalah Bogor, Jakarta, Bandung, Purwakarta, Purwokerto, Yogyakarta, dan wilayah lainnya. Selain itu, intensitas rata-rata hujan yang turun di beberapa wilayah tersebut juga memiliki potensi terjadinya hujan ekstrem lantaran dapat mencapai 400 milimeter selama dasarian atau sepuluh harian.

Hal tersebut terjadi pada bulan Mei, dasarian ketiga (21-31 Mei) saat ini. "Meskipun demikian, bulan Mei masih berada pada periode awal terjadinya peningkatan signifikan hujan pada musim kemarau," beber Erma.

Sementara untuk peningkatan hujan yang kedua, ketiga, dan seterusnya, kata Erma, dapat terus terjadi di berbagai wilayah di Indonesia, seiring anomali iklim global. Hal ini berupa fenomena anomali negatif Indian Ocean Dipole (IOD) yang diprediksi oleh berbagai model iklim global dunia akan mencapai maksimum pada bulan Agustus 2022.

Erma mengatakan bahwa dampak dari IOD negatif untuk wilayah Indonesia adalah sama seperti La Nina yakni menimbulkan anomali basah, khususnya di barat Indonesia (Sumatera-Jawa) yang lebih dekat dengan Samudera Hindia. Selain itu, fenomena lain yang dapat menambah potensi hujan ekstrem sepanjang musim kemarau di Indonesia adalah pembentukan badai vorteks di selatan ekuator dekat Sumatera-Jawa.

Kemudian Erma menambahkan faktor lain yang memperparah potensi banjir selama kemarau adalah aktivitas gelombang tropis ekuator seperti Kelvin dan Rossby. Lalu gelombang mirip Madden Julian Oscillation (MJO) yang terjadi selama monsun musim panas Asia dan dikenal dengan istilah Boreal Summer Intra-Seasonal Oscillation (BSISO).

(wk/tiar)

Follow Berita WowKeren.com di Google News

You can share this post!

Rekomendasi Artikel
Berita Terkait
Berita Terbaru