Subvarian Baru Omicron BA.2.75 Telah Ditemukan di Indonesia, Lebih Bahaya Dari Varian Sebelumnya?
publicdomainpictures.net
Nasional

Seperti yang diketahui, Indonesia telah mendeteksi kasus COVID-19 subvarian baru Omicron BA.2.75 atau Centaurus. Epidemiolog pun membeberkan karakteristik subvarian Omicron Centaurus.

WowKeren - Kementerian Kesehatan (Kemenkes) sebelumnya telah mengkonfirmasi kasus COVID-19 subvarian baru Omicron BA.2.75 atau Centaurus telah terdeteksi di Indonesia. Adapun kasus yang dilaporkan itu terdiri dari importer case serta transmisi lokal.

Saat ini, Kemenkes diketahui juga tengah mencari sumber asal kasus BA.2.75 yang ditemukan di Indonesia. Sebagaimana diketahui, subvarian Omicron ini pertama kali terdeteksi di India dan kini telah menyebar ke sejumlah negara.

Terkait dengan karakter Omicron Centaurus ini, Epidemiolog dari Griffith University Australia, Dicky Budiman mengatakan bahwa subvarian tersebut bisa menyebar dengan cepat di dunia. Hal ini dikarenakan banyak negara di dunia yang telah melonggarkan protokol kesehatan, adanya peningkatan mobilitas, hingga minimnya testing dan tracking.

Dicky kemudian menyebut kehadiran subvarian Omicron Centaurus itu menjadi ancaman, khususnya bagi kelompok rawan seperti lansua dan penderita komorbid. Kemudian juga bagi masyarakat yang telah kehilangan imunitas lantaran belum melakukan booster atau karena faktor lainnya.

"Kenapa ini kelihatan kuat? Karena BA.2.75 memiliki kemampuan infeksi yang lebih cepat, pertumbuhan yang lebih cepat dibanding BA.5 yang sudah di atas yang lainnya," ujar Dicky kepada Kompas.com, Selasa (19/7).

Bahkan saat pertama kali ditemukan di India, kata Dicky, subvarian Omicron Centaurus itu hanya perlu waktu sekitar satu bulan untuk mendominasi kasus infeksi COVID-19 di negara tersebut. Ia kemudian membeberkan karakter Omicron Centaurus dengan varian yang ada sebelumnya.


Menurut Dicky, beberapa subvarian Omicron, termasuk di antaranya Centaurus memiliki kemampuan yang jauh lebih kuat daripada varian Delta. Dalam hal ini terkait dengan kemampuannya melakukan infeksi dan mereinfeksi atau menginfeksi kembali penyintas COVID-19.

"Artinya, subvarian yang hadir ini memiliki kemampuan dalam menyiasati atau escape dari imunitas, menurunkan efikasi antibodi, bahkan menurunkan efikasi treatment," jelas Dicky.

Di samping itu, Dicky menilai bahwa subvarian Omicron Centaurus itu akan menjadi berbahaya apabila terus dibiarkan merajalela dengan leluasa. Hal ini dipicu oleh banyak masyarakat yang sudah mengabaikan prokes, tidak mau divaksin, hingga tidak taat 5M.

Sehingga, Omicron Centaurus leluasa bermutasi, menjadi berevolusi dan menjadi lebih pintas dan merugikan masyarakat. Dicky kemudian menerangkan bahwa pada saat varian Delta mewabah, efektivitas vaksinasi dosis kedua berada di angka 80 persen.

Kemudian ketika beberapa subvarian Omicron baru mewabah, Dicky mengungkapkan efektivitas dosis kedua telah menurun hingga di bawah angka 50 persen. Bahkan saat ini, menurutnya, tiga dosisi vaksinasi COVID-19 juga terancam akan menurun lagi.

"Ini efektivitasnya dalam memberikan proteksi terinfeksi ataupun menularkan itu semakin menurun," beber Dicky. Hal ini lantas dinilai membuat banyak orang tidak inggin kembali divaksin.

Meski efektivitas dalam infeksi mengalami penurunan, namun vaksinasi COVID-19, khususnya booster terbukti efektif dalam mencegah keparahan dan kematian akibat subvarian baru. Maka dari itu, Dicky meminta agar masyarakat segera melakukan vaksinasi COVID-19, dan mendapatkan dosis lanjutan, khususnya bagi kelompok rawan dan pelayanan publik.

(wk/tiar)

Follow Berita WowKeren.com di Google News

You can share this post!

Rekomendasi Artikel
Berita Terkait