Viral Tantangan Makan Makanan Khas Jepang 'Natto', Begini Kata MUI Soal Kehalalannya
Pixabay
Nasional

Di media sosial, belakangan ini marak para warganet yang mengikuti tantangan makan Natto. Hal ini tampaknya juga ikut disoroti oleh MUI, terlebih mengenai kehalalan makanan tersebut.

WowKeren - Belakangan ramai hingga menjadi viral di media sosial soal tantangan makan makanan khas Jepang yakni Natto alias Natto Challenge. Pada umumnya di Jepang, Natto diketahui menjadi lauk atau topping saat menikmati nasi panas.

Selain itu, dalam menambah cita rasa, masyarakat Jepang juga menambahkan kecap asin atau mirin ke Natto. Sementara bagi masyarakat Indonesia sendiri, rasa dan bau khas Natto begitu asing, bahkan ada yang menyebutnya seperti bau "kaus kaki" hingga rasanya yang mirip tauco.

Sementara terkait kehalalan makanan tersebut, berdasarkan rilis LPPOM Majelis Ulama Indonesia (MUI), titik kritis pertama dilihat dari cara pembuatan makanan tersebut. Sebagaimana diketahui, dalam pengelolaan Natto, biji kedelai dimasak untuk membuat spora bakteri mudah penetrasi biji kedelai.

Selanjutnya, kedelai tersebut ditiriskan dan diberikan natto-kin yang berisi bakteri, yang mana didominasi Bacillus Subtilis, lalu disimpan agar menjadi fermentasi. Setelah selesai, Natto diberi tambahan kecap asin dan mustard, dan siap dihidangkan atau dijual.

Di sisi lain, banyak yang menilai bahwa proses fermentasi Natto itu menjadi salah satu titik kritis kehalalan produk lantaran disebut bisa menghasilkan produk samping berupa alkohol. Padahal tidak semua makanan atau minuman yang difermentasi menghasilkan alkohol.


Dalam Fatwa MUI Nomor 10 Tahun 2018 tentang Produk Makanan dan Minuman yang mengandung Alkohol/Etanol menyebutkan bahwa produk tersebut merupakan hasil fermentasi yang mengandung alkohol/etanol hukumnya halal, selama dalam prosesnya tidak menggunakan barang haram dan apabila secara medis tidak membahayakan.

Meski begitu, rupanya ada titik kritis lainnya dalam makanan khas Jepang tersebut. Raafqi Ranasasmita, M.Biomed, selaku Manager Corporate Communication Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika (LPPOM) MUI menyebutkan salah satunya adalah media untuk menumbuhkan bakteri Bacillus dalam proses pembuatan Natto.

Raafqi menerangkan bahwa secara tradisional, bakteri tersebut bisa diambil dari sisa produksi sebelumnya. Akan tetapi, pembuatannya juga bisa saja menggunakan media mikrobiologi. Titik kritisnya adalah media mikrobiologi terletak pada sumber nitrogen, yang mana bisa berasal dari apa saja, misalnya ekstrak daging, pepton, dan bahan lainnya.

Kandungan dalam media mikrobiologi itu lah yang menurut Raafqi perlu ditelusuri, apakah dari hewan halal yang disembelih sesuai dengan syariah Islam atau tidak. Titik kritis selanjutnya adalah tertuju pada bumbu pelengkap yang digunakan bisa saja mengandung bahan non halal, seperti minuman keras atau kaldu babi.

Hal itu lantaran di Jepang penggunaan khamr seperti sake dan mirin lumrah digunakan sebagai campuran masakan. Maka dari itu, Raafqi menuturkan penting bagi para umat Muslim untuk memastikan kehalalannya suatu produk, termasuk Natto.

(wk/tiar)

Follow Berita WowKeren.com di Google News

You can share this post!

Rekomendasi Artikel
Berita Terkait