Agum Gumelar Bisa Dipanggil Paksa Kejagung Untuk Beri Keterangan Soal Tragedi 98
Nasional

Hal tersebut disampaikan oleh komisioner Komnas Hak Asasi Manusia (HAM), Choirul Anam.

WowKeren - Pernyataan mantan Komandan Jenderal Kopassus, Agum Gumelar, mengenai peristiwa 1998 beberapa waktu lalu mendapat banyak sorotan. Pernyataan tersebut diungkapkan Agum dalam sebuah diskusi yang diunggah oleh Ulil Ni'am Yusron di Facebook.

Komisioner Komnas Hak Asasi Manusia (HAM), Choirul Anam, lantas menyatakan bahwa Kejaksaan Agung dapat memanggil paksa Agum. Pasalnya, Kejagung dapat meminta keterangan kepada Agum seputar kasus penculikan aktivis pro-demokrasi pada tahun 1998 silam.

"Dalam skema HAM, Jaksa Agung bisa memanggil paksa Pak Agum untuk dimintai keterangan," tutur Choirul dilansir CNNIndonesia.com, Rabu (13/3) malam. Menurut Choirul, ada sesuatu yang baru dari pengakuan Agum. Choirul menuturkan bahwa Agum mengaku mengetahui bagaimana para aktivis dibunuh dan dibuang.

Agum sendiri diketahui berstatus sebagai anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres). Oleh sebab itu, menurut Choirul, Presiden Joko Widodo harus bertanggung jawab pada pengakuan Agum tersebut.


"Apa follow up-nya? Ya, buat tim," jelas Choirul. "Tim kepresidenan untuk mencari di mana mereka berada saat ini."

Menurut Choirul, Jaksa Agung berhal memanggil paksa Agum karena berkas penyelidikan kasus penculikan aktivis 1998 saat ini ada di tangan Kejaksaan Agung. Pengakuan Agum sendiri juga melahirkan konsekuensi hukum.

"Atau dalam konteks pidana, orang yang mengetahui kejahatan berlangsung, apalagi Pak Agum dulu orang yang punya kewenangan. Lepas dari perdebatan ini sah atau tidak, tapi dia adalah orang punya kewenangan waktu itu. Itu bisa dimintai tanggung jawab," jelas Choirul. "Di KUH Pidana kita ada klausul bahwa yang namanya pejabat publik, pejabat negara, PNS punya kewajiban untuk membuka kasus dan lain sebagainya. Ini polisi juga bisa bergerak kalau dalam konteks pidana biasa."

Berhentinya kasus penculikan aktivis 1998, tutur Choirul, turut dipengaruhi oleh sikap Presiden, DPR, dan Kejaksaan Agung. Presiden berperan membuat kasus tersebut terhenti karena tak pernah menanyakan kelanjutan prosesnya ke Kejaksaan Agung.

"Dalam konteks itu memang yang dilihat ini berkontribusi semuanya atas kemandekan kasus ini. Kalau kita mau meletakkan kasus ini menjadi kebutuhan kita akan keadilan, misal dalam keadilan bagi Pak Prabowo biar enggak dituduh terus dalam konteks politik ini dimajukan," terang Choirul. "Diuji di pengadilan. Ini kan enggak pernah dilakukan."

(wk/Bert)

Follow Berita WowKeren.com di Google News

You can share this post!

Rekomendasi Artikel
Berita Terkait
Berita Terbaru