Buntut MA Lepaskan Terdakwa Korupsi BLBI, ICW Minta Hakim Agung Terkait Diperiksa
Nasional

ICW menilai ada kejanggalan dalam putusan kasasi tersebut. Hal yang sama juga diungkap oleh KPK meskipun KPK mengaku tetap menghormati dan akan melaksanakan putusan tersebut.

WowKeren - Indonesia tengah digegerkan dengan vonis bebas yang dijatuhkan oleh Mahkamah Agung (MA) terhadap terdakwa kasus korupsi Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) Syafruddin Arsyad Temenggung. Pasalnya, sebelumnya mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) itu telah dinyatakan bersalah oleh Pengadilan Tipikor Jakarta dan divonis 13 tahun penjara.

Bahkan dalam tingkat banding, Syafruddin divonis 15 tahun penjara. Namun di tingkat kasasi, MA justru melepaskan Syafruddin karena terbukti melakukan perbuatan yang didakwakan namun tidak termasuk tindak pidana.

Menanggapi putusan kasasi yang kontroversial itu, Indonesia Corruption Watch (ICW) pun angkat bicara. Ia meminta Komisi Yudisial (KY) dan Badan Pengawas (Bawas) Mahkamah Agung untuk memeriksa hakim agung yang mengadili perkara Syafruddin tersebut.

Untuk diketahui ada tiga majelis hakim yang mengadili kasus Syafruddin. Mereka adalah Ketua Majelis Salman Luthan dan dua anggota bernama Syamsul Rakan Chaniago dan Mohammad Askin.


"Menuntut Komisi Yudisial dan Badan Pengawas MA untuk memeriksa Hakim yang mengadili perkara Syafruddin Arsyad Temenggung," kata Peneliti ICW Kurnia Ramadhana melalui keterangan tertulisnya pada Rabu (10/7). "Jika ditemukan adanya pelanggaran maka Hakim tersebut harus dijatuhi hukuman."

Kurnia menilai putusan tersebut akan mempengaruhi tingkat kepercayaan publik kepada lembaga peradilan. Pasalnya putusan yang dijatuhkan berbeda jauh dengan vonis yang dijatuhkan pada tingkat pengadilan sebelumnya. "Tentu putusan ini akan berimplikasi serius pada tingkat kepercayaan publik pada lembaga peradilan," kata Kurnia, dilansir oleh Sindo News.

Pada kesempatan itu ICW juga mengapresiasi langkah KPK untuk menggiring kasus ini ke ranah pidana. Terbukti tiga putusan pengadilan (di fase pra-peradilan, pengadilan tingkat pertama, dan pada fase banding) membenarkan langkah KPK.

Namun MA justru menganggap kasus ini tak tepat dimasukkan dalam ranah pidana. "Jadi tidak ada landasan hukum apapun yang membenarkan bahwa perkara ini berada dalam hukum perdata ataupun administrasi," pungkas Kurnia.

Sebelumnya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) juga telah angkat bicara soal putusan ini. Kendati mengaku ada yang janggal, KPK tetap menghormati putusan tersebut dan berjanji akan tetap melakukan upaya hukum untuk mengungkap kasus ini.

(wk/wahy)

Follow Berita WowKeren.com di Google News

You can share this post!

Rekomendasi Artikel
Berita Terkait
Berita Terbaru