Distributor Obat Ngeluh Utang Rp 6 Triliun Tak Kunjung Dibayar, BPJS Kesehatan Tak Terima
Nasional

Direktur Eksekutif Gabungan Perusahaan Farmasi Indonesia (GPFI) menyebut bahwa meski pemerintah telah menyuntik dana tambahan untuk BPJS Kesehatan, utang Rp 6 triliun baru terbayarkan 5 persen saja.

WowKeren - Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan lagi-lagi memperoleh keluhan. Kali ini, keluhan datang dari para distributor obat alias Pedagang Besar Farmasi (PBF) yang mengaku tunggakan pembayaran utang jaminan kesehatan nasional (JKN) untuk BPJS Kesehatan tak kunjung terbayarkan.

Menurut Gabungan Perusahaan Farmasi Indonesia (GPFI), hingga November 2019 masih ada utang senilai Rp 6 triliun yang belum dibayarkan oleh BPJS Kesehatan. Direktur Eksekutif GPFI, Darodjatun Sanusi, menyebut bahwa meskipun pemerintah telah menyuntik dana tambahan untuk BPJS Kesehatan, utang Rp 6 triliun di bulan November 2019 baru terbayarkan sekitar Rp 450 miliar alias hanya 5 persennya saja.

"Meskipun pemerintah sudah mencairkan dana tambahan untuk BPJS sebesar Rp 9,3 triliun di akhir November 2019, namun berdasarkan pantauan GPFI, para Distributor Farmasi hanya menerima kucuran dana dari Faskes JKN sekitar Rp 450 miliar," ungkap Sanusi dilansir detikcom pada Senin (16/12). "Atau sekitar 5 persen saja."

Sanusi menyebut bahwa jumlah itu belum termasuk tunggakan Apotek PRB (Program Rujuk Balik) BPJS Kesehatan ke PBF yang diperkirakan nilainya lebih dari Rp 1 triliun. Selain itu, usia piutang juga meningkat dari 60 hari menjadi 155 hari.

Akibatnya, perusahaan farmasi di bawah GPFI bisa kesulitan mengatur cash flow yang berujung pada kekosongan obat-obatan untuk program JKN. Padahal, Sanusi menyatakan 90 persen obat-obatan program JKN BPJS Kesehatan secara unit selama ini disuplai oleh anggota GPFI.


Menanggapi keluhan ini, BPJS Kesehatan pun buka suara. Menurut Kepala Humas BPJS Kesehatan M Iqbal Anas, pihaknya telah melakukan pembayaran utang layanan kepada rumah sakit.

Iqbal pun menyebut bahwa jasa obat-obatan bukan lagi wewenang BPJS Kesehatan. Pasalnya, obat-obatan tersebut didapatkan melalui proses bisnis antara rumah sakit dan distributor. Sehingga, pembayaran obat BPJS Kesehatan diberikan kepada pihak rumah sakit.

"Distributor kerja sama dengan rumah sakit, dan bukan wewenang BPJS Kesehatan mengatur kerja sama rumah sakit dengan distributor obat," terang Iqbal. "Karena kontrak B to B antara RS dan distributor."

Terkait dengan pembayaran utang, Iqbal menegaskan bahwa pihaknya telah 2 kali menggelontorkan dana di bulan November untuk membayar jasa kesehatan ke rumah sakit. Yang pertama pembayaran Rp 9,1 triliun pada 22 November, dan yang kedua pembayaran Rp 3,3 triliun pada 29 November. Iqbal juga menyebut bahwa pembayaran tersebut bisa langsung dicek melalui situs web BPJS Kesehatan.

"BPJS kesehatan membayar RS (rumah sakit) tanggal 22 dan 29 November kemarin. Rp 9.137 triliun pada 22 November dan 29 November, Rp 3.342 triliun," pungkas Iqbal. "Klaim pembayaran bisa dicek di website BPJS Kesehatan per RS. Sampai dimana pembayaran yang dilakukan."

(wk/Bert)

Follow Berita WowKeren.com di Google News

You can share this post!

Rekomendasi Artikel
Berita Terkait