Warga Bandel Tak Patuhi Protokol COVID-19, Ilmu Psikologi Bisa Jelaskan Penyebabnya
Getty Images
Health

Saat ini, masih banyak masyarakat yang bandel dan tidak mematuhi protokol kesehatan virus corona (COVID-19). Begini penjelasan dari sisi psikologi mengenai fenomena tersebut.

WowKeren - Pemerintah Indonesia telah menerapkan berbagai kebijakan hingga protokol kesehatan bagi masyarakat demi menangani pandemi virus corona (COVID-19). Meski demikian, saat ini masih banyak masyarakat yang bandel dan tidak mematuhi protokol kesehatan.

Sebagai contoh, masih banyak tindakan berisiko yang dilakukan masyarakat belakangan terakhir. Diantaranya kumpul-kumpul di penutupan gerai McDonald’s di Jakarta, penumpang pesawat membludak hingga pasien COVID-19 yang menolak dirawat bahkan berusaha kabur dari rumah sakit.

Ilmu psikologi sosial kesehatan lantas mengungkap penyebab adanya masyarakat yang tak patuh. Menurut ilmu psikologi, ketidakpatuhan masyarakat terhadap protokol kesehatan sebagian besar terjadi karena kurangnya pemahaman mereka terhadap bahaya penyakit dan manfaat penanganan dan besarnya hambatan dalam akses kesehatan.

Landasan perilaku ahli-ahli psikologi sosial telah mengembangkan bermacam model untuk menjelaskan dan memperkirakan perilaku-perilaku terkait kesehatan. Salah satunya dalam menggunakan sarana kesehatan.

Metode ini diberi nama Health Belief Model (HBM) yang masih digunakan secara luas dalam riset perilaku kesehatan sampai sekarang, HBM dikembangkan oleh beberapa psikolog sosial di Amerika Serikat (AS) mulai 1950.

Model ini dikembangkan untuk mengeksplorasi berbagai perilaku kesehatan baik jangka panjang maupun jangka pendek. HBM terdiri atas enam komponen:

1. Persepsi kerentanan (perceived susceptibility), yaitu bagaimana seseorang memiliki persepsi atau melihat kerentanan dirinya terhadap penyakit.


2. Persepsi keparahan (perceived severity), yaitu persepsi individu terhadap seberapa serius atau parah suatu penyakit.

3. Persepsi manfaat (perceived benefit), yaitu persepsi individu akan keuntungan yang ia dapat jika melakukan upaya kesehatan.

4. Persepsi hambatan (perceived barriers), yaitu persepsi individu akan adanya hambatan dalam melakukan upaya kesehatan.

5. Petunjuk bertindak (cues to action), yaitu adanya kejadian atau dorongan untuk melakukan upaya kesehatan yang berasal dari kesadaran diri atau dorongan orang lain; misalnya iklan kesehatan atau nasihat dari orang lain.

6. Kemampuan diri (self-efficacy), yaitu persepsi individu tentang kemampuan yang dimilikinya. Seseorang yang menginginkan perubahan dalam kesehatannya dan merasa mampu, akan melakukan hal-hal yang diperlukan untuk mengubah perilaku kesehatannya; demikian pula sebaliknya.

Dengan ini, HBM telah menjelaskan mengapa warga tidak patuh disiplin menerapkan protokol COVID-19. Di satu sisi, masyarakat kurang memiliki pemahaman seberapa rentan mereka tertular COVID-19, seberapa parah penyakit ini, apa manfaat melakukan pencegahan, dan kurangnya petunjuk untuk bertindak.

Sementara di sisi lain masyarakat menghadapi berbagai hambatan untuk mengakses pada fasilitas kesehatan. Kelima faktor tersebut akhirnya menyebabkan terjadinya salah persepsi terkait self-efficacy dimana mereka tidak yakin akan kemampuan dan tindakannya.

(wk/lian)

Follow Berita WowKeren.com di Google News

You can share this post!

Rekomendasi Artikel
Berita Terkait