Prediksi BIN Soal Akhir Corona Di RI Meleset, Ahli Epidemiologi Beri Tanggapan
Getty Images
Nasional

Badan Intelijen Negara (BIN) dan perguruan tinggi UI hingga ITB telah salah dalam memprediksi akhir pandemi virus corona (COVID-19). Ini tanggapan ahli epidemiologi.

WowKeren - Sejumlah prediksi seputar akhir pandemi virus corona (COVID-19) di Indonesia telah terbukti meleset. Berbagai riset yang telah salah memprediksi akhir pandemi dilakukan oleh Badan Intelijen Negara (BIN), Universitas Indonesia hingga Institut Teknologi Bandung.

Ahli Epidemiologi FKM Universitas Indonesia (UI) Iwan Ariawan lantas menjelaskan mengenai kemungkinan alasan yang membuat banyak prediksi salah. Menurutnya, hal tersebut disebabkan karena adanya intervensi yang tidak sesuai dengan skenario model dalam riset.

Iwan mengatakan intervensi tersebut berupa dihapusnya kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di sejumlah daerah. Terlebih, pelonggaran PSBB tersebut dinilai terlalu cepat dan tidak diiringi dengan protokol kesehatan COVID-19 yang ketat. Faktor tersebut dinilai tidak sama dengan skenario model yang telah disusun BIN maupun UI dan ITB.

”Karena intervensi yang dilakukan tidak sesuai skenario model,” ujar Iwan seperti dilansir dari CNNIndonesia, Rabu (8/7). “Seperti pelonggaran PSBB yang terlalu cepat yang tidak disertai pelaksanaan protokol kesehatan dan usaha test lacak isolasi yang konsisten dan benar.”

Iwan menjelaskan model tertentu yang dilakukan BIN, ITB atau UI memang telah memprediksi intervensi yang dilakukan pemerintah. Namun, terkadang asumsi intervensi tersebut lebih rendah daripada yang dilakukan oleh pemerintah.


Hasilnya, terjadi pergeseran dan perbedaan prediksi puncak pandemi. Hal ini setelah banyak syarat dalam skenario maupun model prediksi akhir pandemi tidak dilakukan di lapangan.

“PSBB terlalu cepat dilonggarkan sebelum epidemi terkendali,” jelas Iwan. “Perilaku cuci tangan, pemakaian masker, jaga jarak tidak dilakukan secara konsisten dan benar oleh masyarakat. Kemudian rasio pelacakan kasus yang rendah.”

Sementara itu, Epidemiolog Universitas Griffith Australia, Dicky Budiman membenarkan jika intervensi memang bisa menyebabkan pergeseran hasil riset yang lebih jauh. Meski demikian, ia juga menyoroti sejumlah lembaga yang memprediksi akhir virus corona.

Dicky mengaku tidak habis pikir jika ada lembaga yang memprediksi jika pandemi virus corona bisa selesai hanya dalam waktu dua minggu, satu bulan, hingga tiga bulan. Ia berkaca pada sejarah dimana pandemi tercepat terjadi selama satu tahun sementara paling lama selama tiga tahun.

”Sejarah membuktikan rata-rata suatu pandemi berlangsung paling cepat sekitar setahun,” papar Dicky. “Paling lama di 3 tahun, tentu semua ini dipengaruhi dua hal yaitu tingkat keparahan dan kecepatan penularan.”

“Umumnya (alasan lembaga salah memprediksi) juga karena tidak memahami kaidah yang berlaku dalam suatu kejadian pandemi,” sambungnya. “Memahami pandemi tidak cukup dengan melihat angka. Faktor pengalaman dalam mengelola epidemi pandemi juga mempengaruhi.”

(wk/lian)

Follow Berita WowKeren.com di Google News

You can share this post!

Rekomendasi Artikel
Berita Terkait