Obat Corona Buatannya Dikritik Tak Valid Oleh BPOM, Begini Kata Unair
Nasional

Obat COVID-19 yang dikembangkan atas kerjasama dengan Universitas Airlangga dengan BIN dan TNI mendapat kritikan dari BPOM karena dianggap tak mengikuti prosedur uji klinis seperti biasanya.

WowKeren - Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) mengaku menemukan sejumlah masalah dalam uji klinis obat Corona buatan Universitas Airlangga. Diketahui obat yang dikembangkan atas kerjasama Unair dengan BIN dan TNI ini disebut-sebut tak dikembangkan dengan prosedur uji klinis seperti pada umumnya.

Selain itu, BPOM juga menyoroti perihal dampak validitas obat dan sampel yang digunakan. Hasil inspeksi tahap satu obat itu pun mendapatkan respons dari Unair, yang belakangan mengaku legawa serta siap mengevaluasi lagi obat buatannya. Bahkan Unair mengaku siap melakukan uji klinis lanjutan.

"Kami saat ini dalam posisi menunggu evaluasi dan usulan perbaikan secara resmi dari BPOM," ujar Rektor Unair, Prof Dr Mohammad Nasih, Rabu (19/8). "Apa-apa yang dipandang kurang oleh BPOM akan kami sempurnakan termasuk kalau harus uji klinis lanjutan."

BPOM saat ini memang masih mengevaluasi obat yang diklaim ampuh menyembuhkan pasien COVID-19 itu. Unair sendiri mengaku siap mengikuti standar obat yang ditetapkan BPOM, sesuai dengan hasil evaluasi yang dilakukan.


"Tentang apa-apa yang kurang, tentu, kami belum tahu pasti dan benar-benar menunggu dari BPOM. Kami tidak berani menerka-nerka. Kami benar-benar siap melakukan evaluasi dan penyempurnaan," ujar Nasih, dilansir dari Kumparan, Kamis (20/8).

Sebelumnya, Kepala BPOM, Penny Kusumastuti Lukito, menyebut pihaknya menemukan proses uji klinis obat tersebut tak sesuai dengan prosedur pada umumnya. Penny menyoroti uji klinis yang dilakukan terhadap kelompok masyarakat tertentu alih-alih secara acak.

"Inspeksi pertama kita 28 Juli, menemukan critical finding dalam hal randomisation," ujar Penny, Rabu (19/8). "Suatu riset kan harus acak supaya merepresentasikan masyarakat Indonesia, jadi subjek uji klinis harus acak."

"Subjek pasien yang dipilih itu belum merepresentasikan randomisation sesuai protokol yang ada, dari demografi, derajat keparahan," sambungnya. "Kita kan melakukan uji klinis untuk derajat keparahan, sedang, ringan, berat, tapi subjek obat ini tidak merepresentasikan itu."

Perihal obat yang dikembangkan Unair ini memang terus menjadi sorotan karena dianggap tidak mengikuti kaidah yang sesuai. Banyak ahli pula yang mendorong Unair untuk membuka penelitian atas obat itu untuk diulas oleh para rekan sejawat.

(wk/elva)

Follow Berita WowKeren.com di Google News

You can share this post!

Rekomendasi Artikel
Berita Terkait