Fadli Zon Minta Maaf Tak Bisa Cegah Pengesahan UU Ciptaker
Nasional

Menurut Fadli, semangat UU Ciptaker ini memang baik. Namun ia sedari awal berpandangan bahwa pembahasan Omnibus Law UU Ciptaker ini tidak tepat waktu dan tidak tepat sasaran.

WowKeren - Pengesahan Undang-Undang Cipta Kerja pada Senin (5/10) lalu terus menuai polemik. Kalangan buruh melakukan aksi mogok kerja nasional, sedangkan mahasiswa berencana turun ke jalan pada Kamis (8/10) untuk menolak UU tersebut. Adapun UU Ciptaker ini disetujui oleh 7 fraksi di DPR RI, yakni PDI Perjuangan, Partai Golkar, Gerindra, NasDem, PKB, PAN, dan PPP.

Terkait pengesahan ini, anggota Komisi I DPR RI fraksi Gerindra, Fadli Zon, justru memberi kritik. Fadli mengaku tak berdaya mencegah pengesahan UU tersebut meskipun partainya termasuk salah satu yang menyetujui.

"Sebagai anggota DPR, saya termasuk yang tak dapat mencegah disahkannya UU ini. Selain bukan anggota Baleg, saya pun termasuk yang terkejut adanya pemajuan jadwal sidang paripurna kemarin, sekaligus mempercepat masa reses," ungkap Fadli dilansir detikcom pada Rabu (7/10). "Ini bukan apologi, tapi realitas dari konfigurasi politik yang ada. Saya mohon maaf."

Menurut Fadli, semangat UU Ciptaker ini memang baik. Namun ia sedari awal berpandangan bahwa pembahasan Omnibus Law UU Ciptaker ini tidak tepat waktu dan tidak tepat sasaran.


Ia menilai tidak tepat waktu lantaran Indonesia kini berada di tengah-tengah pandemi corona. "Prioritas utama mestinya isu kesehatan dan kemanusiaan seperti dinyatakan Presiden sendiri," jelas Fadli.

Lebih lanjut, Fadli juga menyoroti tingginya kematian dokter di Indonesia selama masa pandemi corona. Oleh sebab itu, ia menilai pemerintah seharusnya lebih memperhatikan sektor kesehatan.

Selain itu, Fadli turut menilai Omnibus Law tidak tepat sasaran karena menurutnya ada beberapa isu yang memang mengusik rasa keadilan buruh. Ia mencontohkan skema pesangon kepada pekerja yang di-PHK diubah dari sebelumnya 32 bulan upah, kini menjadi 25 bulan upah. Lalu ada juga penghapusan UMK (Upah Minimum Kabupaten) menjadi UMP (Upah Minimum Provinsi), padahal data lapangan menunjukkan bahwa besaran UMP umumnya di bawah UMK.

Fadli juga melihat Omnibus Law dapat menjadi preseden buruk untuk demokrasi. Menurutnya, Omnibus Law juga membuat parlemen kurang berdaya dan telah mengabaikan partisipasi masyarakat yang bisa memancing instabilitas. Hal ini tampak dari masifnya penolakan buruh hingga ancaman mogok kerja nasional.

"Kalau terus dipaksa untuk diterapkan, ujungnya sudah pasti hanya akan merusak hubungan industrial. Artinya, baik buruh maupun pengusaha pada akhirnya bisa sama- sama dirugikan. Ini soal waktu saja," pungkas Fadli. "Apalagi, omnibus law ini ditengarai akan memfasilitasi kian massifnya perampasan lahan dan kerusakan lingkungan. Ini pasti akan melahirkan banyak gesekan di lapangan."

(wk/Bert)

Follow Berita WowKeren.com di Google News

You can share this post!

Rekomendasi Artikel
Berita Terkait
Berita Terbaru