MUI Soroti Sertifikasi Produk di UU Ciptaker, Berpotensi Bikin Produk Tak Halal Lolos?
Nasional

MUI menjadi salah satu pihak yang kontra terhadap pengesahan UU Cipta Kerja Omnibus Law. Secara spesifik lembaga itu menyoroti perihal peraturan baru sertifikasi produk halal.

WowKeren - Pengesahan UU Cipta Kerja Omnibus Law pada Senin (5/10) kemarin terus menjadi pembahasan panas di Tanah Air. Berbagai pendapat, yang kebanyakan bersifat kontra, terarah kepada pemerintah dan DPR RI yang menyepakati pengesahan UU tersebut.

Salah satunya adalah Majelis Ulama Indonesia (MUI). Lembaga yang pernah diketuai oleh Wakil Presiden Ma'ruf Amin itu menyoroti sertifikasi produk halal di UU Ciptaker yang rupanya menyimpan sejumlah celah.

Direktur Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-Obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) Lukmanul Hakim menilai UU Ciptaker merusak esensi sertifikasi halal. Sebab beleid sapu jagat itu hanya fokus pada perlindungan produsen.

"Menurut saya, seolah Undang-Undang Cipta Kerja ini terkait masalah halal," ujar Lukman, Selasa (6/10). "Karena dia masuk dalam rezim perizinan, maka substansi halalnya menjadi ambyar."


Lantas apakah ada potensi produk tidak halal lolos sertifikasi ini? Lukman memang tak menjelaskan secara gamblang, namun ia menilai sertifikasi halal di bawah UU Ciptaker membuatnya tak punya kekuatan dalam konteks hukum Islam.

Salah satu pasal yang sangat disoroti adalah perihal auditor halal. Dijabarkan lebih detail, UU Ciptaker mengubah Pasal 10 UU Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal yang buntutnya menghilangkan ketentuan adanya sertifikasi auditor halal dari MUI.

"Auditor itu adalah saksi daripada (perwakilan) ulama. Saksi daripada ulama, maka dia harus disetujui oleh ulama," tegas Lukman, dikutip dari Kompas, Rabu (7/10). Perubahan regulasi ini sendiri tercatat di Pasal 10 UU Jaminan Produk Halal di Pasal 48 UU Ciptaker.

Selain itu, Lukman juga mempermasalahkan perihal Lembaga Pemeriksa Halal (LPH). Dengan UU Ciptaker, LPH bisa buat atau diajukan oleh lembaga Islam di perguruan tinggi negeri, yang menurut Lukman tak semuanya memahami dengan baik syariat terkait produk halal.

Sedangkan masalah yang terakhir adalah perihal sertifikasi halal produk usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). "Ini yang kemudian menjadi kabur, sehingga sertifikasi halal itu melulu hanya berupa lembaran kertas yang tidak punya kekuatan hukum. Dalam konteks hukum Islam," pungkas Lukman.

(wk/elva)

Follow Berita WowKeren.com di Google News

You can share this post!

Rekomendasi Artikel
Berita Terkait