Sri Mulyani Balas Sindiran Rizal Ramli Soal RI 'Pengemis Utang Bilateral'
Instagram/smindrawati
Nasional

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati hingga pihak Kantor Staf Presiden (KSP) buka suara terkait pedasnya kritikan Rizal Ramli yang menyebut strategi pemerintah 'pengemis utang bilateral'.

WowKeren - Ekonom senior Rizal Ramli sempat menyinggung soal kondisi utang pemerintah Indonesia di era Presiden Joko Widodo. Mantan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman itu menyebut bahwa RI menjadi "pengemis utang bilateral" karena makin banyaknya pinjaman yang dilakukan.

Menanggapi sindiran tersebut, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani pun buka suara. Sri Mulyani mengungkapkan akhir-akhir ini ada orang yang suka membicarakan utang pemerintah.

Dirinya pun meminta para pejabat eselon I Kementerian Keuangan untuk menjelaskan ke publik mengenai kondisi utang pemerintah. Ia meminta khususnya kepada Dirjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan, Luky Alfirman untuk memberikan informasi seminggu sekali mengenai kondisi utang pemerintah.

"Ada orang hari-hari ini suka bicara masalah utang, sampaikan saja bahwa di Perpres 72 waktu anggaran APBN 2020 dengan estimasi defisit sekian, itu pembiayaannya adalah dari SBN, pinjaman, ada yang bilateral maupun multilateral," kata Sri Mulyani dalam video conference tentang APBN KiTa edisi November, Senin (23/11).


Dalam pernyataannya terkait utang pemerintah, Sri Mulyani tak menyinggung nama yang mempersoalkan hal tersebut. "Jadi waktu kita sedang menjalankan Perpres jangan kemudian muncul reaksi-reaksi, seolah-olah kita seperti orang yang belum punya rencana. Itu kan semuanya isu dari Perpres 72 sudah diomongkan, sudah disampaikan ke publik," jelasnya.

Mantan pelaksana Bank Dunia itu pun meminta Luky untuk menjelaskan defisit APBN 2020 yang sudah dilebarkan ke level 6,34% beserta strategi pembiayaan pemerintah di tahun 2020. Bahkan, dia minta agar rincian penerbitan utang pemerintah juga bisa disampaikan ke publik.

Lebih lanjut, ia menjelaskan jika hutang di semua negara telah mengalami peningkatan akibat pandemi COVID-19, tak hanya Indonesia. Ia mencontohkan, untuk negara-negara G20, jumlah utang meningkat rata-rata mulai dari 30% hingga 50% karena krisis yang disebabkan oleh pandemi.

"Untuk G20 terlihat mereka rata-rata utang selama ini sebelum krisis kemudian 100% dari GDP, sekarang melonjak ke 130%, untuk emerging country rata-rata 50% GDP dan naik ke 50-70%" katanya.

Sementara untuk total utang Indonesia sendiri tercatat hingga akhir September 2020 mencapai Rp 5.756,87 triliun. Dengan angka tersebut maka rasio utang pemerintah sebesar 36,41% terhadap PDB. Total utang pemerintah terdiri dari pinjaman sebesar Rp 864,29 triliun dan surat berharga negara (SBN) sebesar Rp 4.892,57 triliun.

(wk/nidy)

Follow Berita WowKeren.com di Google News

You can share this post!

Rekomendasi Artikel
Berita Terkait
Berita Terbaru