PBB 'Depak' Ganja dari Daftar Narkotika, Apa Kata Indonesia?
PxHere
Nasional

Ganja resmi dihapus dari daftar narkotika pada Rabu (2/12) kemarin, sehingga membuka peluang penelitian terkait manfaat dan dampak tanaman tersebut. Lantas bagaimana dengan Indonesia?

WowKeren - Komisi Narkotika dan Obat-Obatan (CND) Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) resmi menghapus ganja alias marijuana dari daftar narkotika. Keputusan yang diambil pada Rabu (2/12) itu sekaligus mengakhiri "perjuangan" yang dilakukan sejak 2019.

Perubahan kategori ganja ini membuka peluang berbagai penelitian terkait di seluruh dunia. Lantas bagaimana dengan di Indonesia?

Dijelaskan peneliti sekaligus Kepala Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat Balitbangtan, Dr Evi Savitri, penggunaan ganja di Indonesia selama ini masuk di narkotika golongan 1. Dengan demikian, ganja tidak boleh digunakan bahkan untuk keperluan medis.

"Tetapi untuk pengembangan medis masih ada peluang selama itu dilakukan oleh lembaga yang memang kompeten memperoleh izin untuk melakukan kegiatan penelitian," kata Evi, Jumat (4/12). "Jadi sebenarnya juga kita ada (penelitian) walaupun kecil, tetapi memang mungkin tidak diumumkan secara ini ke publik."


Kendati demikian Evi meminta publik untuk tidak mengesampingkan efek adiktif alias kecanduan dari ganja. Selama ini banyak negara yang melarang pemakaian medis dari tanaman dengan nama ilmiah Cannabis sativa tersebut karena efek samping ketergantungannya.

Namun menurut Evi selama ini sudah banyak penelitian terkait ganja meski sangat terbatas. Bahkan mungkin dokter-dokter Indonesia selama ini juga memakai ganja untuk keperluan medis, hanya saja dalam pengawasan ketat serta tidak diketahui banyak orang.

Sebab untuk memastikan tidak timbul efek samping merugikan, diperlukan batasan aman dalam penggunaan ganja tersebut. Hal inilah yang menjadi faktor penggunaan ganja, meski dalam konteks kebutuhan medis, masih sangat dibatasi.

"Bahwa beberapa lembaga penelitian ada yang terkait pemanfaatan ganja ataupun bahan bahan herbal lain yang memiliki potensi dan efek samping seperti ganja," terang Evi, dilansir dari Detik Finance. "Istilahnya untuk budidaya tanaman yang nantinya akan diambil untuk penelitian itu sangat dijaga dan kita harus mendaftarkan tanaman tersebut ke kepolisian."

Di sisi lain, sebenarnya Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah mengajukan rekomendasi pemakaian ganja kepada PBB sejak 2019 silam. Namun dalam sesi sidang pada Maret 2019 itu keputusan ditunda karena banyak negara yang minta perpanjangan waktu untuk berdiskusi.

(wk/elva)

Follow Berita WowKeren.com di Google News

You can share this post!

Rekomendasi Artikel
Berita Terkait
Berita Terbaru