Tingkat Kemanjuran Vaksin Sinovac di RI Lebih Rendah Daripada Turki dan Brasil, Kok Bisa?
Nasional

Efikasi vaksin Sinovac menurut uji klinis di Kota Bandung adalah 65,3 persen. Padahal efikasi dari uji klinis vaksin yang sama di Brasil dan Turki jauh lebih tinggi, mengapa demikian?

WowKeren - Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) sudah menerbitkan izin penggunaan darurat (EUA) untuk vaksin Corona buatan Sinovac Tiongkok. BPOM mengungkap tingkat kemanjuran alias efikasi berdasarkan data interim uji klinis adalah mencapai 65,3 persen.

Angka ini memang melampaui standar Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) terkait penerbitan EUA. Namun ternyata jika dibandingkan dengan negara lain yang turut mengadakan uji klinis vaksin Sinovac, angka ini cukup rendah.

Sebagai pembanding, Brasil beberapa waktu lalu menegaskan tingkat efektivitas vaksin Sinovac di negaranya mencapai 78 persen. Sedangkan Turki, yang juga menyelenggarakan uji klinis, mengklaim bahwa efikasi vaksin sampai 91,25 persen.

Lantas bagaimana bisa efikasi dari vaksin yang sama berbeda-beda berdasarkan uji klinis di 3 negara? Ketua Komisi Nasional Penilai Obat Jadi, Jarir At Thobari, ada setidaknya tiga alasan mengapa hasil berbeda ini didapatkan.


Yang pertama, tutur Jarir, adalah perihal obyek uji klinis yang terlibat di ketiga negara berbeda. Misalnya di Turki melibatkan 80 persen orang dengan risiko tinggi seperti warga lanjut usia, sedangkan 20 persen sisanya adalah tenaga kesehatan. Total ada 7 ribu relawan yang diikutsertakan, dengan hasil efikasi 91,25 persen didapat dari pengujian pada 1.322 orang di antaranya.

Sementara di Brasil, yang menjadi obyek uji klinis fase III ini adalah tenaga kesehatan. Total ada 12 ribu tenaga kesehatan yang menjadi relawan uji klinis. Sebelumnya Brasil mengklaim efikasi vaksin hingga 90 persen, meski akhirnya diralat menjadi 78 persen.

"Sementara di Bandung peserta uji klinik tahap 3 vaksin virus Corona Sinovac berasal dari populasi umum," terang Jarir, dilansir dari Kompas, Selasa (12/1). "Dan tidak ada subyek high risk seperti tenaga kesehatan."

Karena itulah, hasil uji klinis di Bandung menunjukkan tingkat perlindungan untuk populasi umum saja, dan ternyata terbukti sangat tinggi. Sedangkan alasan kedua adalah perihal perilaku masyarakat di ketiga negara yang berbeda sehingga tingkat penularannya pun tak bisa disamakan.

(wk/elva)

Follow Berita WowKeren.com di Google News

You can share this post!

Rekomendasi Artikel
Berita Terkait
Berita Terbaru