39 Lembaga Riset Akan Dilebur ke BRIN, Pakar Hukum Nilai Harusnya Diatur Undang-Undang
brin.go.id
Nasional

Sejumlah lembaga riset, termasuk LBM Eijkman diketahui akan dilebur ke BRIN. Peleburan lembaga riset ini lantas mendapat tanggapan dari seorang pakar hukum.

WowKeren - Belakangan, publik menyoroti kabar yang menyebut bahwa Lembaga Biologi Molekuler Eijkman akan dilebur ke Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN). Akibar dari peleburan ini, disebut menyebabkan ratusan peneliti diberhentikan tanpa pesangon.

Tak hanya LBM Eijkman, tampaknya ada 38 lembaga riset lainnya yang juga akan dilebur ke BRIN. Sejauh ini, Kepala BRIN Laksana Tri Handoko mengatakan sudah ada 33 lembaga yang sudah resmi bergabung dengan intansinya. Sementara 6 lainnya masih dalam proses integrasi.

"Total ada 39 kementerian/lembaga, termasuk eks Kemristek, Batan, BPPT, Lapan, LIPI," tutur Handoko melalui pesan singkat kepada CNNIndonesia.com, Selasa (4/1). "Ini mencakup semua eks balitbang (badan penelitian dan pengembangan) maupun unit litbang di kementerian atau lembaga."

Meski demikian, Handoko belum membeberkan daftar 39 lembaga riset yang dilebur ke BRIN. Tetapi ia megungkapkan ada 6 lembaga riset yang tidak dilebur ke BRIN yakni Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Kementerian Pertanian, Kementerian Kesehatan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, serta Kementerian Perindustrian.


Handoko lantas mengungkapkan bahwa lembaga riset yang tidak dilebur itu berada di bawah BRIN. Kemudian, pengecualian juga diberikan kepada sejumlah lembaga riset yang berasal dari lembaga nonstruktural. "Untuk LNS (lembaga nonstruktural), seperti Komnas HAM, yang diintegrasikan adalah unit riset yang ada di bawah sekjen," jelasnya.

Sementara itu, Guru Besar Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Parahyangan, Asep Warlan Yusuf menilai bahwa peleburan lembaga riset ke BRIN itu seharusnya diatur oleh Undang-Undang. Menurutnya, keputusan pemerintah yang mengatur pelebuuran itu melalui Peraturan Presiden (Perpres) kurang tepat.

Asep menuturkan bahwa Perpres seharusnya hanya mengatur rincian dari Undang-Undang seperti mekanisme anggaran dan pengisi jabatan. "Prinsip dasar sebuah lembaga, fungsi, kewenangan, bahkan kalau perlu ada kriteria SDM dan anggaran, itu penting (dalam UU), nanti dijalankan oleh perpres, kalau kita menganggap riset penting," terang Asep kepada CNNIndonesia.com, Selasa (4/1).

Asep lantas mengatakan bahwa apabila pemerintah memang serius membenahi riset, seharusnya menggunakan Undang-Undang lantaran aturannya lebih kuat dibandingkan dengan Perpres. "Kalau sekadar formalitas, jangankan perpres, permen (peraturan menteri) pun enggak masalah karena hanya asal ada," imbuhnya.

Meski demikian, Asep menilai bahwa aturan tersebut sulit dibatalkan, baik lewat Mahkamah Konstitusi (MK) maupun Mahkamah Agung (MA). Pasalnya Perpres 78/2021 tentang BRIN dibentuk atas kebijakan hukum terbuka yang tercantum dalam UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.

(wk/tiar)

Follow Berita WowKeren.com di Google News

You can share this post!

Rekomendasi Artikel
Berita Terkait
Berita Terbaru