Intimidasi Jurnalis di Wadas, Hapus Paksa Rekaman Hingga Tuding Hasil Liputan Hoaks
Instagram/wadas_melawan
Nasional

Aksi intimidasi kembali diterima jurnalis saat meliput persoalan yang terjadi di Desa Wadas. Bahkan intimidasi didapatkan jurnalis dari pihak aparat kepolisian dan warga.

WowKeren - Tak hanya warga yang mendapat intimidasi, jurnalis yang meliput ketegangan di Desa Wadas, Purworejo, Jawa Tengah nyatanya juga mengalami hal serupa. Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Yogyakarta, Semarang, Purwokerto, dan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers Yogyakarta mengecam intimidasi jurnalis yang meliput konflik di Desa Wadas. Pasalnya, kejadian intimidasi peliputan tersebut terus berulang.

"Mengimbau kepada semua pihak untuk menghargai kerja-kerja jurnalistik dan menghormati kebebasan pers di Indonesia," dalam pernyataan dua lembaga tersebut, Jumat (11/2).

Terbaru, koresponden Tempo Yogyakarta, sekaligus Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Yogyakarta, Shinta Maharani juga mengalami intimidasi saat meliput di desa tersebut. Shinta mengalami intimidasi oleh dua warga pendukung tambang yang menyetujui lahannya diukur dan dijual untuk penambangan batu andesit ketika tengah meliput di Desa Wadas, Kamis (10/2).

"Ketika wawancara berlangsung dengan dua warga, tiba-tiba ada dua orang perempuan dan laki-laki nimbrung sambil marah-marah. Bapak satunya ikut manas-manasin nyebut Tempo hoaks dan menudingkan jari ke arah wajah saya," ungkap Shinta mengutip dari Tempo.

Sebelumnya, jurnalis Sorot.co sempat dipaksa aparat polisi tak berseragam untuk menghapus rekaman video tentang aksi kekerasan polisi terhadap warga yang diambilnya dalam proses peliputan pada Selasa (8/2).


"Tindakan intimidasi dan memaksa jurnalis menghapus rekaman video hasil liputannya merupakan tindakan menghalang-halangi kerja-kerja jurnalistik yang dilindungi undang-undang," lanjut penyataan tersebut

AJI dan LBH Pers juga menyesalkan adanya pelabelan pemberitaan media massa sebagai hoaks secara serampangan tanpa bukti. Hl itu merupakan bentuk kekerasan terhadap jurnalis dan melanggar Pasal 18 UU Pers Nomor 40 Tahun 1999.

Pasal 18 Ayat (1) UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers dengan tegas menyebutkan, bahwa setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi kerja jurnalistik diancam pidana penjara paling lama 2 tahun atau denda paling banyak Rp 500 juta.

"Stempel hoaks atau berita bohong terhadap pemberitaan yang sudah melalui proses peliputan yang benar dan taat kode etik jurnalistik dapat merusak kepercayaan masyarakat terhadap jurnalis yang bekerja secara profesional," dalam pernyataan tersebut.

AJI dan LBH Pers menyarankan bagi publik atau siapapun yang menilai pemberitaan media massa tidak akurat atau ada kekeliruan dapat menempuh mekanisme yang diatur UU Pers. 'Yaitu menyampaikan hak jawab atau pelaporan kepada Dewan Pers."

(wk/amel)

Follow Berita WowKeren.com di Google News

You can share this post!

Rekomendasi Artikel
Berita Terkait