Tanggapi Konten Deddy Cobuzier, Mahfud MD Diserang Netter Akibat Perbedaan Pendapat Masa Lalu
polkam.go.id
Nasional

Podcast Deddy Corbuzier yang membahas soal LGBT tersebut turut ditanggapi oleh Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD.

WowKeren - Belakangan ini, podcast milik Deddy Corbuzier yang mengundang Ragil Mahardika dan Frederick Vollert ramai diperbincangkan. Pasalnya, Ragil dan Frederick merupakan pasangan gay.

Kekinian, podcast yang membahas soal LGBT tersebut turut ditanggapi oleh Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD. Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi tersebut mengatakan bahwa Indonesia merupakan negara demokrasi dan tak berwenang melarang Deddy membahas LGBT di podcast miliknya.

"Ini negara demokrasi. Negara tak berwenang melarang Dedy Corbuzier menampilkan LGBT di podcast miliknya. Rakyat pun berhak mengkritik Deddy seperti halnya Deddy berhak menampilkan video wawancara dengan LGBT tersebut," ujar Mahfud kepada detikcom pada Selasa (10/5).

Pernyataan Mahfud tersebut lantas direspons oleh mantan Sekretaris Kementerian BUMN, Said Didu. Menurut Said Didu, demokrasi bukan berarti bebas melakukan apa saja dan tetap harus dibatasi oleh hukum, etika, moral, serta agama.

"Pemerintah harus melindungi bangsa dan rakyatnya dari perusakan moral," cuit Said Didu di Twitter menanggapi pernyataan Mahfud.

Menanggapi "sentilan" Said Didu, Mahfud balik membalas dengan menyatakan bahwa pemahaman tersebut bukan pemahaman hukum. Menurut Mahfud, Deddy dan pelaku LGBT tidak bisa dijerat secara hukum karena belum ada UU yang mengatur hal tersebut.


"Coba saya tanya balik: mau dijerat dengan UU nomor berapa Deddy dan pelaku LGBT? Nilai-nilai Pancasila itu belum semua menjadi hukum," terang Mahfud, Rabu (11/5). "Demokrasi harus diatur dengan hukum (nomokrasi). Nah LGBT dan penyiarnya itu belum dilarang oleh hukum. Jadi ini bukan kasus hukum."

Respons Mahfud MD

Twitter/@mohmahfudmd

Lebih lanjut, Mahfud menjelaskan bahwa orang hanya dapat diberi sanksi heteronom jika sudah ada hukumnya. Namun jika belum ada hukumnya, maka sanksi bersifat otonom seperti caci maki publik, pengucilan, hingga rasa berdosa.

"Sanksi otonom adalah sanksi moral dan sosial. Banyak ajaran agama yang belum menjadi hukum," paparnya. "Contoh lain, Pancasila mengajarkan bangsa Indonesia 'berketuhanan' tapi tak ada orang dihukum karena tidak bertuhan (ateis). Mengapa? Ya karena belum diatur dengan hukum. Orang berzina atau LGBT menurut Islam juga tidak bisa dihukum karena hukum zina dan LGBT menurut KUHP berbeda dengan konsep dalam agama."

Sayangnya, tanggapan Mahfud menuai komentar negatif dari sejumlah netter. Beberapa netter menyinggung pernyataan lama Mahfud yang mengatakan bahwa LGBT dan zina harus dilarang.

"Lho dulu bilang LGBT dan Zina wajib di berantas, sekarang sudah lain. Berarti memang bener statemen anda kalau sudah masuk kolam malaikat pun bisa berubah jadi iblis," tulis salah satu netter. "Kalau pernyataan yang ini, dulu menggunakan pemahaman apa?" tanya salah satu netter sembari menyisipkan artikel terkait pernyataan Mahfud tentang LGBT dan zina harus dilarang.

(wk/Bert)

Follow Berita WowKeren.com di Google News

You can share this post!

Rekomendasi Artikel
Berita Terkait