Tegaskan Pasal Hina Presiden di RKUHP Tak Akan Dihapus, Wamenkumham Singgung Orang Sesat Berpikir
Pixabay
Nasional

Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej membantah anggapan pasal penghinaan presiden tersebut dibuat untuk membatasi kritik.

WowKeren - Pasal penghinaan presiden dalam draf Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP) menuai pro-kontra. Meski demikian, Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej menyatakan bahwa pemerintah tidak akan menghapus pasal tersebut.

"Tidak akan kami hapus. Tidak akan," tegas Eddy pada Selasa (28/6).

Ia membantah anggapan pasal tersebut dibuat untuk membatasi kritik. Menurutnya, pihak-pihak yang berpikiran seperti itu sesat berpikir.

"Itu orang yang sesat berpikir, dia tidak bisa membedakan antara kritik dan penghinaan. Kan yang dilarang itu penghinaan, bukan kritik. Jadi yang menyamakan penghinaan dengan kritik itu sesat pikir," paparnya.


Lebih lanjut, Eddy mengakui bahwa Mahkamah Agung telah menyatakan bahwa Pasal 134, 136, dan 137 KUHP terkait delik penghinaan presiden bertentangan dengan konstitusi sehingga harus dibatalkan. Namun ia mengatakan bahwa Pasal 207 KUHP tentang penghinaan terhadap penguasa umum dinyatakan tak bertentangan dengann konstitusi.

"Putusan MK 2006 itu kan yang diuji empat pasal, 134, 135, 136, dan 207. Gugatan pasal 134, 135,136 dikabulkan, pasal 207 ditolak. Perintah MK, mengubah delik itu menjadi delik aduan. Itu sebabnya mengapa bunyi pasal 351, 353, 354 RKUHP itu delik aduan. Itu sudah berdasarkan putusan MK," paparnya. "Makanya kalau saya tantang, yang tidak setuju itu untuk dibawa ke MK, enggak akan berani, karena pasti ditolak."

Sebelumnya, Menkumham Yasonna Laoly sudah pernah mengungkapkan hal senada. Yasonna menjelaskan bahwa pasal penghinaan presiden di RKUHP ini berbeda dengan pasal sejenis yang pernah dibatalkan oleh MK.

"Saya kira kita menjadi sangat liberal kalau kita membiarkan (penghinaan terhadap presiden). Kalau di Thailand, lebih parah. Jangan coba-coba menghina Raja, itu urusannya berat. Di Jepang dan beberapa negara, (pasal penghinaan kepala negara) hal yang lumrah. Pasal ini berbeda dengan apa yang diputuskan oleh Mahkamah Konstitusi. Sekarang kan bedanya dia menjadi delik aduan," jelas Yasonna dalam rapat kerja di DPR RI pada 9 Juni 2022 lalu.

(wk/Bert)

Follow Berita WowKeren.com di Google News

You can share this post!

Rekomendasi Artikel
Berita Terkait
Berita Terbaru