Pengamat 'Mentahkan' Poin Revisi UU KPK, Sebut MK Sudah Tegaskan Kewenangan
Twitter/KPK_RI
Nasional

DPR RI berencana merevisi UU 30/2002 yang mengatur kewenangan KPK. Beberapa poin yang menjadi kontroversi adalah soal pemberian SP3 terhadap kasus yang 'lamban' dan pencabutan kewenangan penyidik independen.

WowKeren - Rencana DPR RI untuk merevisi isi Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (UU KPK) terus menuai pro dan kontra. Yang terbaru, peneliti Pusat Kajian Pancasila dan Konstitusi (Puskapsi) FH Universitas Jember, Fahmi Ramadhan Firdaus, ikut angkat bicara dan "mementahkan" revisi tersebut.

Menurutnya, ada beberapa poin dalam draf revisi yang melanggar konstitusi yang berlaku. Pasalnya poin-poin tersebut telah diuji lewat gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK) dan ditolak. Alhasil poin-poin tersebut telah berkekuatan hukum berdasarkan putusan MK.

Ada dua isi draf revisi UU KPK yang Fahmi nilai melanggar konstitusi. Yakni soal kewenangan mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) dan pencabutan penyidik independen.

Menurut Fahmi, MK sudah beberapa kali memberi putusan tegas soal kewenangan penerbitan SP3. "Berkali-kali MK melalui putusannya tahun 2003, 2006, dan 2010 telah menyatakan tidak diberikannya kewenangan SP3 bagi KPK adalah konstitusional," kata Fahmi, Senin (9/9).


Ia lantas beralih menyoroti soal pencabutan kewenangan KPK mengangkat penyelidik dan penyidik independen. Menurutnya sudah ada putusan berkekuatan hukum yang disampaikan MK terkait hal ini, sehingga tidak semestinya poin tersebut dimasukkan dalam revisi UU.

"Dalam putusan MK tahun 2016 sudah menegaskan kewenangan KPK untuk mengangkat penyidik di luar dari institusi kepolisian atau kejaksaan," jelasnya. Untuk diketahui, putusan ini disampaikan dalam sidang gugatan koruptor OC Kaligis terhadap penyidik KPK.

Kala itu MK berpendapat lembaga antikorupsi di negara lain pun mengangkat penyidik independen seperti KPK. Beberapa contoh di antaranya adalah ICAC Hong Kong dan CPIB Singapura.

Fahmi juga menyoroti soal kewajiban KPK untuk berkoordinasi dengan Kejaksaan Agung dalam hal penuntutan tersangka korupsi. Hal ini dinilainya sebagai sebuah kemunduran bagi pemberantasan tindak pidana korupsi. "Karena pada dasarnya kehadiran KPK adalah untuk menggabungkan fungsi penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan dalam satu atap," tegasnya.

Rencana DPR untuk merevisi UU KPK ini memang mendapat sejumlah kritikan, mulai dari kalangan pegawai KPK periode ini hingga para pimpinan. Bahkan para mantan pimpinan KPK pun ikut "turun gunung" dan mengkritik rencana revisi UU ini.

(wk/elva)

Follow Berita WowKeren.com di Google News

You can share this post!

Rekomendasi Artikel
Berita Terkait