Dianggap Langgar HAM, Wakil Ketua MPR Minta RUU Ketahanan Keluarga Dicabut Dari Prolegnas
Nasional

Wakil Ketua MPR RI, Lestari Moerdijat, meminta agar Rancangan Undang-Undang (RUU) Ketahanan Keluarga dicabut dari Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas Tahun 2020.

WowKeren - Draf Rancangan Undang-Undang (RUU) Ketahanan Keluarga yang beredar sempat membuat heboh publik. Pasalnya, isi draf RUU tersebut dinilai terlalu mengintervensi ranah privat masyarakat.

Wakil Ketua MPR RI, Lestari Moerdijat, lantas meminta agar RUU Ketahanan Keluarga dicabut dari Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas Tahun 2020. Lestari menilai bahwa RUU tersebut melanggar hak asasi manusia (HAM).

"Banyak pasal-pasal dalam RUU Ketahanan Keluarga yang melanggar hak asasi manusia," tutur Lestari dalam keterangan tertulis pada Kamis (4/3). "Sehingga perlu dipikirkan cara-cara konstitusional untuk mencabut RUU ini dari Prolegnas Prioritas 2020."

Lestari juga menuturkan bahwa DPR perlu mengkaji kembali usulan RUU tersebut. Setelah itu, sebisa mungkin mencabut RUU Ketahanan Keluarga dari 50 RUU yang diprioritaskan tahun ini.


Permintaan Lestari tersebut mendapat dukungan dari Komisioner Ombudsman RI Ninik Rahayu. Menurut Ninik, kaum perempuan harus aktif dan bergandeng tangan menolak RUU tersebut.

Lebih lanjut, Ninik menjelaskan bahwa perangkat hukum seharusnya dibuat untuk kebaikan dan bukan untuk merugikan warga negara. Ninik pun menilai bahwa RUU Ketahanan Keluarga merupakan bentuk diskriminasi terhadap kaum perempuan.

"Kita diajak mundur ke zaman Kartini (Raden Ajeng Kartini)," jelas Ninik dalam keterangan tertulis yang sama. "RUU ini produk hukum politik yang sangat eksklusif."

Sebelumnya, Ketua DPR Puan Maharani juga telah menyatakan bahwa RUU Ketahanan Keluarga terlalu masuk ke ranah pribadi rumah tangga keluarga. "Sepintas saya membaca drafnya merasa bahwa ranah privat rumah tangga terlalu dimasuki," kata Puan di Jakarta, Rabu (19/2). "Terlalu diintervensi."

Puan pun menegaskan bahwa RUU Ketahanan Keluarga dalam penyusunannya harus melibatkan aspirasi masyarakat. Sebab, masukan masyarakat perlu dipertimbangkan, tak hanya dari sisi budaya tetapi juga agama.

Oleh sebab itu, Puan meminta agar komisi yang menyusun RUU tersebut melakukan sosialisasi pada masyarakat. Sosialisasi penting untuk dilakukan untuk menghindari terjadinya kesalahpahaman di tengah publik hingga memicu kegaduhan.(wk/Bert)

Follow Berita WowKeren.com di Google News

You can share this post!

Rekomendasi Artikel
Berita Terkait
Berita Terbaru